Dolar AS Tertekan, Mata Uang Asia Makin Kinclong



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih tertunduk lesu terhadap mayoritas mata uang. Pemangkasan suku bunga yang dilakukan sejumlah bank sentral utama, seperti Federal Reserve (The Fed) dan European Central Bank (ECB) masih akan berlanjut. 

Hal tersebut diproyeksi membuat investor melirik aset berisiko dan menekan pergerakan dolar AS..

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, prospek dolar AS masih berpotensi tertekan seiring dengan potensi pemangkasan suku bunga lanjutan. Ibrahim bilang, potensi pemangkasan suku bunga The Fed masih mencapai 100 bps hingga akhir tahun 2024.


Tak berhenti di sana, The Fed juga masih akan melanjutkan pemangkasan sebesar 100bps di tahun 2025 dan pada 2026 sebesar 50bps. Namun memang, kata Ibrahim, masih perlu melihat hasil pemilu di AS dan juga potensi pergantian pejabat The Fed pada 2025.

"Ada informasi bahwa kemungkinan besar bank sentral AS akan menurunkan hingga akhir tahun ini mencapai 125bps," katanya saat dihubungi, Jumat (20/9).

Baca Juga: Rupiah Berpeluang Melanjutkan Penguatan pada Senin (23/9), Cermati Sentimennya

Dengan euforia itu, Ibrahim memperkirakan dolar AS masih akan tertekan. Tekanan dolar AS tercermin dari indeks dolar (DXY) yang masih bertahan di level 100.

Dus, Ibrahim memperkirakan DXY masih berpotensi turun ke level 98. "Jika tembus ke level 98, DXY berpotensi lanjut ke 95," katanya.

Sementara itu, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana juga melihat dolar AS yang masih akan tertekan.

Namun memang, seberapa besar tekanannya masih menantikan besaran pemangkasan suku bunga lanjutan dari Bank of England (BOE) dan ECB.

"Jika pemangkasan di level sama, maka level dolar AS belum akan beranjak dari level saat ini," katanya saat dihubungi terpisah.

Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan, investor juga diperkirakan akan cenderung melepas dolar AS. Menurutnya, 'business cycle' saat ini berada pada siklus pemulihan sehingga investor cenderung memburu aset-aset yang lebih berisiko.

Di sisi lain, pelemahan dolar AS ini mendorong sejumlah prospek mata uang lainnya. Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menilai, seluruh mata uang emerging market akan mendapatkan efek positif.

Menurutnya, yuan China akan mendapatkan efek yang signifikan. Namun, karena kebijakan pemerintah China yang akan mementingkan untuk memberikan stimulus, maka diperkirakan penguatan yuan cenderung biasa-biasa saja.

Baca Juga: Penurunan Suku Bunga The Fed Bisa Dongkrak Penyaluran Kredit Valas Perbankan

"Rupee India dan Peso Filipina juga akan mendapatkan keuntungan yang cukup baik, walaupun memang secara umum semua mayoritas mata uang emerging market akan terdampak positif," katanya.

Ibrahim melanjutkan, mata uang Asia yang terdampak signifikan justru rupiah. Menurutnya, hal ini didorong fundamental ekonomi Indonesia yang cukup positif. "Walaupun the Fed tidak memangkas suku bunga, rupiah juga akan tetap stabil," katanya.

Dengan pemangkasan FFR dan BI Rate yang telah dilakukan, serta pemangkasan suku bunga lanjutan, Ibrahim memperkirakan rupiah berpotensi ke Rp 13.700 per dolar AS pada akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari