KONTAN.CO.ID - Dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada Senin (4/11). Investor mengantisipasi dampak luas bagi ekonomi global dari hasil pemilu Amerika Serikat (AS) dan kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed pekan ini. Euro naik 0,7% menjadi US$1,0906 dan dolar turun hampir 1% terhadap yen di level 151,645. Indeks dolar melemah ke 103,65, level terendah dalam dua minggu terhadap sekeranjang mata uang lainnya.
Baca Juga: Dolar AS Melemah, Harga Tembaga Naik ke Puncak 2 Minggu pada Senin (4/11) Hasil pemilu yang ketat antara kandidat Demokrat Kamala Harris dan petahana Republik Donald Trump masih belum dapat diprediksi dan pemenang mungkin baru diketahui beberapa hari setelah pemungutan suara berakhir. Beberapa pekan terakhir, investor semakin yakin Trump akan menang, di mana kebijakan imigrasi, pemotongan pajak, dan tarifnya diperkirakan akan mendorong inflasi, imbal hasil obligasi, serta nilai dolar. Harris dianggap sebagai kandidat yang membawa keberlanjutan. Strategi pelemahan dolar pada Senin terkait dengan hasil jajak pendapat yang menunjukkan Harris unggul tiga poin di Iowa. Jajak pendapat dari New York Times/Siena College juga menunjukkan, Harris unggul tipis di Nevada, North Carolina, dan Wisconsin.
Baca Juga: Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS pada Senin (4/11), Ini Sentimen Pemicunya Sementara Trump unggul di Arizona, di antara negara bagian yang kompetitif. "Jajak pendapat yang menunjukkan Harris unggul di beberapa negara bagian membuat pasar mengambil keuntungan pada 'Trump Trade'," kata Kenneth Broux, kepala riset korporat FX dan suku bunga di Societe Generale. "Pasar sangat
overbought terhadap dolar dan
oversold terhadap Treasury menjelang pemilu, jadi wajar jika kita melakukan penyesuaian." Situs taruhan PredictIT menunjukkan, Harris di posisi 53 sen dan Trump 52 sen, berubah dari posisi 45 sen dan 59 sen sepekan lalu. "Ini adalah salah satu pemilu AS yang paling tidak pasti dibandingkan dengan sebelumnya," kata Roberto Mialich, ahli strategi mata uang di UniCredit, merujuk pada posisi opsi yang menunjukkan investor membeli proteksi terhadap fluktuasi besar setelah pemilu. Kegelisahan investor terkait perdagangan juga terlihat pada volatilitas yuan lepas pantai China, yang mencapai rekor tertinggi, sementara untuk dolar/peso Meksiko mencapai level tertinggi sejak April 2020.
Baca Juga: Elon Musk Meradang! Tolak Rencana Biden Melarang Suku Cadang dari China Ekpektasi Penurunan Suku Bunga 25 Basis Poin Pekan ini juga mencakup pertemuan kebijakan Fed, yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Kamis, setelah sebelumnya melakukan pemangkasan setengah poin. Trader melihat peluang 98% untuk pemotongan seperempat poin menjadi 4,50%-4,75% dan peluang hampir 80% untuk pemangkasan serupa pada Desember, menurut FedWatch Tool dari CME. "Kami memperkirakan akan ada empat pemotongan beruntun lagi pada paruh pertama 2025 hingga suku bunga mencapai 3,25%-3,5%, tetapi ada ketidakpastian lebih besar terkait kecepatan pemangkasan dan titik akhir suku bunga," kata ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius. Bank of England juga akan mengadakan pertemuan pada Kamis dan diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,18% ke Rp 15.751 Per Dolar AS Pada Senin 4 November 2024 Bank sentral Swedia (Riksbank) diperkirakan akan memangkas 50 basis poin, sementara Bank Norwegia diperkirakan tidak akan mengubah suku bunga. Sementara itu, Bank Sentral Australia (RBA) mengadakan pertemuan pada Selasa dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap. Keputusan BoE terpengaruh oleh aksi jual obligasi Inggris setelah anggaran pemerintah Partai Buruh pekan lalu, yang juga membuat
pound melemah. Namun, obligasi Inggris stabil pada Senin pagi, dan sterling pulih ke level US$1,29820. China juga diharapkan memberikan stimulus tambahan dalam Kongres Nasional Rakyat yang berlangsung dari Senin hingga Jumat.
Editor: Yudho Winarto