Dolar Benar-Benar Tak Bertenaga Hadapi Yen



TOKYO. Dolar keok. Bahkan pelemahan dolar berada di bawah 90 yen. Posisi dolar saat ini merupakan yang pertama kali dalam 13 tahun terakhir. Letoinya nilai dolar ini semakin menjadi-jadi setelah Senat AS menolak rencana bailout industri otomotif senilai US$ 14 miliar. Selain itu, dolar juga mengalami pelemahan terburuk terhadap euro dalam delapan tahun terakhir.

Melemahnya nilai dolar ini tentu membuat Pemerintah Jepang semakin kalang kabut. Rencananya, Pemerintah Negeri Sakura itu akan segera melakukan intervensi di pasar mata yang. Meski demikian, ketika dimintai konfirmasinya, Vice Finance Minister for International Affairs Naoyuki Shinohara menolak memberikan komentar.

Sementara itu, sejumlah analis pun angkat bicara. “Dolar benar-benar terpukul. Ini merupakan pukulan telak bagi perekonomian AS. Sebenarnya, proteksi kebangkrutan terhadap produsen otomotif AS merupakan satu-satunya opsi,” jelas Masahiro Sato, joint general manager Mizuho Trust & Banking Co.


Mata uang Negeri Paman Sam itu mengalami pelemahan dan sempat bertengger pada posisi 88,53 yen. Ini merupakan angka terendah sejak 2 Agustus 1995. Namun, pada pukul 06.36 waktu London, dolar menguat sedikit dan berada pada posisi 89,50. Sato memprediksi, pelemahan dolar hari ini bisa mencapai 85 yen.

Jika dilihat, sepanjang tahun ini, dolar sudah melemah 20% atas yen. Ini merupakan pelemahan terendah sejak 1987 silam. Sementara, pada minggu ini, dolar melemah 3,4% atas yen dan 4,4% terhadap euro.

Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc, menurunkan prediksi posisi dolar terhadap euro dan yen untuk tahun 2009. Goldman mengatakan, penarikan kembali aset-aset luar negeri oleh investor AS dan menurunnya permintaan untuk si hijau sebagai alat pendanaan yang semakin berkurang menjadi alasan.

Jens Nordvig dari Goldman menulis, mata uang AS itu akan terus melemah menjadi US$ 1,45 per euro dan 90 yen. Sebelumnya, Goldman memprediksi posisi dolar akan berada pada level US$ 1,30 per euro dan 105 per yen pada akhir tahun depan.

Editor: Didi Rhoseno Ardi