Dolar Bertengger di Level Tertinggi Dua Dekade Karena Pelemahan Data China



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) bergerak konsolidasi di dekat puncak dua dekade. Data ekonomi China yang buruk menyebabkan mata uang non-dolar AS melemah. 

Senin (16/5) pukul 16.00 WIB, indeks dolar berada di 104,43, turun dari posisi akhir pekan lalu 104,56. Indeks dolar bergerak di atas 104 dalam tiga hari perdagangan terakhir. 

Indeks yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia ini telah menguat 9,16% sejak awal tahun. Indeks dolar pada Kamis (12/5) lalu mencapai level tertinggi sejak November 2002 atau dalam 20 tahun terakhir.


Baca Juga: Tak Berdaya, Rupiah Spot Ditutup Anjlok ke Rp 14.697 Per Dolar AS Hari Ini (16/5)

Ekspektasi Federal Reserve yang hawkish telah memicu reli dolar. Indeks dolar turut terangkat oleh lockdown yang panjang di China.

Aktivitas ritel dan pabrik China turun tajam pada April karena penguncian Covid-19 membatasi pekerja dan konsumen. Yuan offshore di dekat level terendah September 2020 di 6,8380 yang dicapai minggu lalu.

"Risikonya adalah bahwa nol-Covid (kebijakan di China) dapat tetap berlaku bahkan setelah konferensi partai pada kuartal ketiga dan memasuki musim dingin," kata ahli strategi Barclays dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters. Barclays menurunkan perkiraan untuk euro dan yuan untuk sisa tahun 2022.

Baca Juga: BBCA, BBRI, BMRI Paling Banyak Dijual Asing Sepekan, MDKA, UNVR, EMTK Malah Diburu

Nilai tukar euro berada di US$ 1,0395 pada Senin pagi. Kurs euro melemah tipis dan hanya sedikit di atas level terendah sejak awal 2017 yakni US$ 1,0354 yang dicapai pada hari Kamis. Analis memperkirakan level US$ 1,0340 sebagai level support penting untuk euro.

Ahli strategi HSBC memperkirakan, euro jatuh ke paritas atau setara US$ 1 terhadap dolar di tahun mendatang. "Pertumbuhan yang jauh lebih lemah dan inflasi yang jauh lebih tinggi membuat ECB menghadapi salah satu tantangan kebijakan terberat di G10 (bank sentral)," ungkap HSBC.

Pergerakan lebih tajam dalam dolar Australia, yang turun 0,68%, yang paling terkena dampak ekonomi China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati