Dolar Melemah, Yen Mencatat Penurunan Mingguan Karena Kekhawatiran Resesi AS Mereda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap yen pada hari Jumat. Dolar AS juga melemah terhadap mata uang lainnya karena para pedagang mengambil untung. Investor mencermati data ekonomi untuk mengukur rencana pemangkasan suku bunga Federal Reserve.

Angka perumahan AS yang mengecewakan juga terus menekan dolar AS. Pembangunan rumah keluarga tunggal AS turun pada bulan Juli karena suku bunga hipotek dan harga rumah yang lebih tinggi membuat calon pembeli menunggu, yang menunjukkan pasar tetap tertekan pada awal kuartal ketiga.

Dolar melemah 1,04% terhadap yen Jepang menjadi 147,75, setelah menyentuh level tertinggi dua minggu di 149,40 pada sesi sebelumnya. Namun, yen tampak akan mengalami penurunan mingguan terbesar sejak Juni setelah data ekonomi AS meredakan kekhawatiran akan resesi dan mendukung taruhan pemotongan suku bunga secara bertahap.


"Setelah reli besar pada data konsumen AS yang kuat kemarin, dolar AS mengembalikan sebagian keuntungannya karena para pedagang mengambil untung menjelang akhir pekan," kata Matt Weller, kepala riset pasar di StoneX kepada Reuters.

"Yen adalah mata uang utama terkuat hari ini – meskipun masih yang terlemah minggu ini – karena para pedagang mengendalikan ekspektasi untuk pemotongan suku bunga di antara bank-bank sentral utama lainnya," kata dia.

Baca Juga: Asumsi Nilai Tukar Rupiah di RAPBN 2025 Rp 16.000 per Dolar AS, Begini Kata Kemenkeu

Mata uang yang sensitif terhadap risiko seperti poundsterling menguat karena prospek ekonomi yang membaik memacu reli pasar saham.

Data pada hari Kamis menunjukkan jumlah warga Amerika yang mengajukan aplikasi baru untuk tunjangan pengangguran turun ke level terendah dalam satu bulan. Sementara penjualan ritel AS meningkat paling tinggi dalam 1,5 tahun pada bulan Juli. Angka ini memupuskan harapan bahwa Fed dapat memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) bulan depan.

Peluang untuk langkah tersebut sekarang adalah 25,5%, menurut FedWatch Tool milik CME Group.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,48% menjadi 102,54. Ini adalah posisi indeks dolar paling lemah sejak pertengahan Januari 2024.

Para pedagang sekarang menantikan pidato Ketua Fed Jerome Powell yang akan datang di Jackson Hole. 

Baca Juga: Proyeksi Pergerakan Dolar AS Jelang Pertemuan The Fed di Bulan September

YEN MASIH LEMAH, POUND MENJADI TITIK TERANG

Dengan kerugian sekitar 1%, yen berada di jalur penurunan mingguan terbesarnya dalam hampir dua bulan. Mata uang tersebut melonjak hingga 141,675 yen per dolar pada tanggal 5 Agustus karena kenaikan suku bunga Bank of Japan yang mengejutkan, dikombinasikan dengan meningkatnya kekhawatiran resesi AS, memicu pelonggaran agresif perdagangan carry yang didanai yen.

Ketenangan kembali terjadi setelah wakil gubernur BOJ yang berpengaruh, Shinichi Uchida, mengatakan bank sentral tidak akan menaikkan suku bunga ketika pasar bergejolak. Selain itu ada tanda-tanda pedagang telah membangun kembali posisi short.

Data resmi menunjukkan banyak aliran yang terjadi. Pada pekan hingga 10 Agustus, investor Jepang menanamkan uang paling banyak ke obligasi luar negeri jangka panjang dalam 12 minggu. Sementara orang asing menjadi pembeli bersih utang Jepang jangka pendek setelah delapan minggu berturut-turut menjual.

Baca Juga: Kurs Rupiah Berbalik Menguat ke Rp 15.675 Per Dolar AS, Jumat (16/8) Siang

Investor luar negeri juga membeli sekitar US$ 3,5 miliar saham Jepang, membalikkan penjualan bersih tiga minggu berturut-turut.

Poundsterling naik 0,6% menjadi US$ 1,2931 - tertinggi sejak 25 Juli - setelah data menunjukkan penjualan ritel Inggris naik tipis pada bulan Juli. Penjualan ritel sebagian didorong oleh pengeluaran ekstra selama kejuaraan Piala Euro.

Pound berada di jalur kenaikan mingguan 1,2%, kinerja terbaiknya dalam lebih dari sebulan.

Euro naik 0,36% menjadi US$ 1,1012. Mata uang umum tersebut menyentuh level tertinggi sejak 3 Januari awal minggu ini, dibantu oleh penurunan dolar setelah data yang lemah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati