Dolar Menuju Penguatan Mingguan Terpanjang Sejak 2014



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) menuju kenaikan mingguan terpanjang dalam sembilan tahun pada hari Jumat. Penguatan nilai tukar dolar AS didukung oleh kuatnya data ekonomi AS yang juga menimbulkan tanda tanya atas akhir dari siklus kenaikan suku bunga agresif Federal Reserve.

Di Asia, yuan China merosot ke titik terendah baru di pasar dalam negeri dan luar negeri. Pelemahan nilai tukar yuan seiring upaya China melawan tekanan arus keluar modal dan melebarnya kesenjangan imbal hasil dengan negara-negara besar.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap mata uang utama lainnya, terakhir melemah 0,15% pada 104,89. Tetapi, pelemahan ini tetap tidak jauh dari level tertinggi enam bulan pada sesi sebelumnya di 105,15.


Indeks dolar berada di jalur yang tepat untuk memperpanjang kenaikannya dalam minggu kedelapan berturut-turut. Indeks dolar sejauh ini naik 0,6% sepekan.

Baca Juga: Harga Emas Spot Bersiap untuk Penurunan Mingguan, Jumat (8/9)

Euro, komponen terbesar dalam indeks dolar, mengalami penurunan selama delapan minggu berturut-turut. Mata uang yang dipakai di 20 negara ini terakhir naik 0,19% menjadi US$ 1,0714 per euro, setelah jatuh ke level terendah tiga bulan di US$ 1,0686 pada hari Kamis.

"Cerita minggu ini banyak membahas tentang ketahanan yang kita lihat dalam data. Psikologi pasar adalah bahwa segala sesuatunya terlihat jauh lebih baik di AS dibandingkan di negara lain di dunia," kata Ray Attrill, Kepala FX. strategi di National Australia Bank kepada Reuters.

Data yang keluar minggu ini menunjukkan sektor jasa AS secara tak terduga menguat pada bulan Agustus dan klaim pengangguran mencapai level terendah sejak Februari pekan lalu. Sementara di Zona Euro, produksi industri di Jerman, negara dengan ekonomi terbesar di Eropa, turun sedikit lebih besar dari perkiraan pada bulan Juli.

“Membandingkan fundamental pertumbuhan Eropa dan AS saat ini, AS masih terlihat lebih unggul,” kata Attrill.

Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Dibuka Melemah ke Rp 15.334 Per Dolar AS Pada Hari Ini (8/9)

Sterling menjauh dari level terendah tiga bulan pada hari Kamis dan terakhir berada di US$ 1,2495 per poundsterling, meskipun masih diperkirakan mencatat kerugian mingguan lebih dari 0,7%.

Yuan onshore atau di pasar domestik China, dibuka pada 7,3400 per dolar AS pada hari Jumat dan mencapai level terlemah sejak Desember 2007 di 7,3478 per dolar AS. Sementara yuan offshore merosot ke level terendah 10 bulan di 7,3600 per dolar.

Mata uang Tiongkok terus terdepresiasi sejak bulan Februari karena lemahnya pemulihan ekonomi pascapandemi dan melebarnya kesenjangan imbal hasil (yield gap) dengan negara-negara lain, khususnya Amerika Serikat, yang berdampak pada aliran modal dan perdagangan. Yuan dalam negeri telah jatuh sekitar 6% terhadap dolar sepanjang tahun ini. Yuan menjadi salah satu mata uang Asia dengan kinerja terburuk dibandingkan mata uang luar negeri.

“Kesusahan akibat tersandungnya (yuan) mengungkapkan kompleksitas dan banyaknya titik-titik tekanan ekonomi Tiongkok di tengah defisit kepercayaan,” kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank.

Baca Juga: Bitcoin Stagnan Akibat Ketidakpastian di Pasar Kripto, Bagaimana Prospek Selanjutnya?

Penurunan tajam yuan telah mendorong pihak berwenang mengambil tindakan untuk memperlambat laju depresiasinya.

Dolar Australia, yang sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan, terakhir kali menguat 0,15% pada US$ 0,6386. Tetapi nilai tukar aussie  diperkirakan akan mengalami penurunan mingguan sebesar 1%. Dolar Selandia Baru juga berada di jalur penurunan sekitar 0,8% untuk minggu ini.

Yang juga menjadi perhatian para pedagang adalah yen yang stabil di 147,25 per dolar AS. Tetapi yen tetap berada jalur pelemahan dan tembus di atas level penting 145 yang mendorong intervensi oleh otoritas Jepang tahun lalu.

Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki hari ini mengatakan bahwa pergerakan mata uang yang cepat tidak diinginkan. Otoritas tidak akan mengesampingkan opsi apapun terhadap perubahan yang berlebihan, sebagai peringatan baru kepada investor yang mencoba menjual yen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati