Dolar Naik, Harga Terigu Stabil di Rp 6.000 per Kg



JAKARTA. Penurunan harga dan permintaan komoditi bahan baku energi alternatif menjadi berkah bagi industri tepung terigu. Sebab, harga gandum internasional menjadi anjlok hingga 40%, dari US$ 500 per ton menjadi US$ 300 per ton. Akibatnya, biaya produksi terigu turun dan produsen dapat menurunkan harga produknya dari Rp 7.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 6.000 per kg atau sekitar 14%.Sebelumnya, harga gandum di pasar internasional tinggi lantaran banyak lahan gandum yang beralih fungsi. Petani mengalihkan lahannya untuk menanam tanaman penghasil sumber energi. Antusiasme petani didorong kenaikan harga minyak mentah dunia hingga US$ 100 per barel kala itu. Padahal, permintaan gandum sedang tinggi. "Tapi ternyata harga tanaman green energy ini anjlok dan harga minyak dunia juga turun. Jadinya petani kembali beralih menanam gandum," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopies, Senin (24/11).Harga gandum yang turun itu berdampak lebih jauh. Produsen menurunkan harga produknya. Padahal, saat ini nilai tukar dolar terhadap rupiah mencapai Rp 12.000 per US$. Biasanya, pelemahan rupiah terhadap dolar akan menaikkan harga terigu. Namun, akibat penurunan harga gandum hal ini tidak terjadi. Hasilnya, konsumen masih menikmati harga tepung terigu di kisaran Rp 6.000 per kg alias stabil dari pabrik.Ratna menuturkan, ada dua komponen yang selama ini mempengaruhi harga tepung terigu, yakni harga gandum internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. "Jadi kami justru menurunkan harga terigu walau dolar sedang tingga karena harga gandum itu," ujar Ratna.Dampak penurunan harga gandum ini memberikan sedikit ketenangan bagi produsen. Hingga akhir tahun, mereka yakin kondisi produksi dan penjualan terigunya tak terlalu anjlok. Meski, Ratna mengakui terjadi penurunan penjualan sekitar 12% hingga 18% pada industri terigu nasional.Penurunan penjualan terjadi karena lemahnya daya beli konsumen. Ini sebagai tanda konsumen atau masyarakat ikut mengurangi konsumsi pangan mereka. "Daya beli turun karena tidak ada industri padat karya atau investasi padat karya yang bertambah. Bila ini terus berlanjut cukup berbahaya," ujarnya.Satu-satunya harapan produsen tepung terigu adalah ketika pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Nah, dari sini pengusaha yakin daya beli masyarakat kembali terdongkrak. Bentuknya, konsumsi pangan berbahan baku terigu ikut terpengaruh naik. Tahun ini, produksi gandum ditargetkan turun dari tahun lalu di kisaran 10%. Pada 2007, produksi tepung terigu nasional yang berasal dari impor dan produksi dalam negeri mencapai 3,6 juta ton. Sementara volume gandum-bahan baku tepung terigu- tahun 2008 ini bakal mencapai 4 juta ton.Saat ini Aptindo beranggotakan empat perusahaan, yaitu PT Bogasari, PT Eastern Pearl Flour Mills, PT Panganmas Intipersada, dan PT Sriboga Ratu Raya, dengan kapasitas produksi mencapai 4,8 juta ton per tahun. Produsen tepung terigu yang tergabung dalam Aptindo tersebut menguasai sekitar 80-85% pasar di Indonesia yang mencapai di atas tiga juta ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: