KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan bakal melanjutkan penguatan dan membuat mata uang di kawasan Asia tertekan. Untuk diketahui, sudah sebulan terakhir mata uang Asia tertekan. Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (20/11) pukul 14.58 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan penurunan terbesar yakni 3,59% dalam sebulan terakhir. Kemudian yen Jepang membuntuti yang terkoreksi 3,09%. Lalu, peso Filipina melemah 2,31% dalam sebulan, dan disusul mata uang rupiah yang turun 2,30% dalam waktu sebulan. Sementara yuan China melemah 1,66%.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin Wahyudin memperkirakan mata uang dolar AS akan menguat sampai pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS atau sampai akhir Januari 2025. Dan sampai saat itulah mata uang di Asia bergerak cenderung melemah. Donald Trump membawa isu-isu uang mendukung penguatan dolar, sehingga mendorong pasar untuk berburu dolar.
Baca Juga: Mata Uang Asia Diproyeksi Masih Tertekan Hingga Akhir Tahun 2024, Ini Penyebabnya Adapun kebijakan Trump adalah melindungi ekonomi AS melalui kenaikan tarif pajak impor yang tinggi, pengurangan tarif pajak perusahaan dari 21% menjadi 15%, upaya pemangkasan pengeluaran kebutuhan energi. Serta menjaga keamanan negara dari imgran melalui memprioritaskan deportasi massal. "Pasar lebih melihat performa dolar yang sedang menguat. Terlebih lagi kebijakan Trump yang condong untuk mempertahankan laju inflasi tetap tinggi," katanya kepada KONTAN, Rabu (20/11). Ditambah lagi, lanjut Nanang, prospek suku bunga The Fed masih menjadi menu utama di awal tahun depan. Saat ini Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan perlambatan dalam pemangkasan suku bunga karena ekonomi AS dinilai masih tangguh. Powell menyebut ekonomi AS tumbuh sebesar 2,8% pada kuartal III 2024, lebih tinggi dari tren historis. Pun, angka tenaga kerja dinilai masih stabil di level 4,1% selama Oktober. "Ini menjadikan indeks dolar (DXY) mengukuhkan penguatan tertingginya dalam 1 tahun terakhir pada 107.064, setelah sempat mempertahankan area support 100.00," lanjut Nanang. Dalam situasi ini, Nanang memperkirakan, rupiah masih akan bergerak dalam rentang harga Rp 15.000 - Rp 16.000 perdolar AS. Ia menyebut potensi penguatan rupiah bisa terjadi apabila The Fed memangkas suku bunganya. Di sisi lain, apabila Jepang melakukan pengetatan moneter, maka ada potensi mendorong penguatan mata uang Asia. Untuk yen, Nanang memperkirakan valuta tersebut mempertahankan pelemahan pada area 160.
Baca Juga: BI Pastikan Stok Dolar AS di Dalam Negeri Aman untuk Jaga Stabilitas Rupiah Sementara, mata uang ringgit Malaysia sudah memasuki pekan ke-7 secara beruntun dari 4.100 kini berada pada 4.465. Nanang memperkirakan ringgit Malaysia akan mempertahankan area resisten 4.500, dan jika hal itu terjadi maka ruang pelemahan lanjutan menuju 4.600.
Sementara peso Filipina telah mengalami depresiasi signifikan akibat dolar AS. Karena hal ini Pemerintah Filpina terus melakukan monitoring pelemahan yang begitu agresif, dan berpotensi melakukan intervensi untuk menjaga pelemahannya lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat