Dollar AS dan emas tetap primadona



JAKARTA. Ketidakpastian yang melingkupi pasar global di paruh pertama tahun ini mendorong pelaku pasar keuangan menyerbu instrumen safe haven. Meskipun, kini pelaku pasar berangsur-angsur mulai kembali mengedarkan investasinya ke aset-aset yang dianggap berisiko.

Para pengamat menilai, ketidakpastian di pasar berkurang pasca The Fed menaikkan suku bunga 0,25% awal bulan ini. Selain itu, hasil pemilu di sejumlah negara Eropa tidak terlalu meleset dari perkiraan awal pelaku pasar. Harga aset safe haven pun terkoreksi.

Emas, misalnya. Lima bulan pertama tahun ini, harga emas melonjak 10,7%. Faisyal, Research & Analyst Monex Investindo Futures, kenaikan harga emas sejak akhir tahun lalu didorong kekhawatiran pelaku pasar atas kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS serta ketegangan politik di Semenanjung Korea.


Hal ini memicu aksi bargain hunting emas. "Setelah itu muncul masalah Trump dengan FBI, sehingga dollar AS melemah dan mengangkat emas," kata Faisyal, kemarin.

Tapi per pukul 22.19 WIB kemarin, emas kontrak pengiriman Agustus 2017 di Commodity Exchange berada di posisi US$ 1.244 per ons troi. Bila dihitung sejak awal Juni, harga emas sudah merosot 2,46%. Ini terjadi lantaran dollar AS menguat setelah The Fed menaikkan suku bunga.

Yen Jepang juga mengalami nasib sama. Mata uang safe haven ini sempat menguat 5,1% di lima bulan pertama tahun ini. Di Juni ini, yen cenderung turun. Pukul 22.22 WIB kemarin, kurs yen dilego 111,59 per dollar AS, turun 0,73% sejak awal bulan.

Meski risk appetite meningkat, pelaku pasar tampak masih mempertahankan porsi di dollar AS, yang juga bagian safe haven. Per pukul 22.22 WIB kemarin, indeks dollar AS naik 0,95% sejak awal bulan ke level 97,84. Padahal, lima bulan pertama tahun 2017, indeks ini turun 5,2%.

Analis menilai dollar AS masih akan menjadi safe haven favorit. Apalagi The Fed memberi sinyal optimistis suku bunga akan naik lagi tahun ini dan ekonomi AS akan membaik. Faisyal memprediksi indeks dollar AS bisa mencapai 100 tahun ini

Selain itu, pelaku pasar menilai emas tetap aset safe haven menarik. "Walau harga emas tidak akan naik terlalu tinggi, emas tetap akan jadi primadona," tutur Lukman Leong, Research & Analyst Valbury Asia. Prediksi dia, emas akan berada di kisaran US$ 1.250-US$ 1.350 per ons troi di akhir tahun.

Tapi yen Jepang kurang menarik. Bank of Japan (BoJ) belum mengubah kebijakan moneter. Lukman menilai ekonomi Jepang cenderung stagnan. Yield yang dijanjikan juga terhitung tipis.

Apalagi BoJ menahan penguatan mata uangnya. Hitungan Faisyal, pairing USD-JPY berpotensi merosot ke level 115-166 per dollar AS pada akhir tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia