Dollar melambung, maskapai penerbangan ketar-ketir



JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang kini sudah hampir mencapai angka Rp 13.000,- menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi sejumlah di tanah air. Kondisi semacam ini diperkirakan bakal membuat beban maskapai semakin berat di tahun 2015 nanti.

“Saya pikir di tahun 2015 ini bakal berat karena hampir sebagian besar biaya operasional maskapai sekitar 60% itu dalam bentuk dollar,” kata Denon Prawiraatmadja, Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal Indonesia National Air Carries Association (INACA) kepada KONTAN, Rabu (17/12).

Ia memperkirakan hingga tahun depan posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar tidak akan bisa beranjak turun. Meski begitu, di antara dua jenis maskapai yang beroperasi tanah air, menurutnya kondisi cukup berat akan lebih dialami oleh maskapai berjadwal dari pada maskapai tidak berjadwal atau charter. Kata dia, meski beban operasional ditanggung dalam bentuk dollar tetapi maskapai charter masih diuntungkan dengan pemasukan dalam bentuk dollar.


Sunu Widyatmoko, Direktur Utama PT Indonesia Air Asia mengaku saat ini tengah berpikir untuk mengajukan usulan kepada pemerintah untuk mengatasi kondisi ini. Bagi Air Asia, sejauh ini pengeluaran dalam bentuk dollar memegang porsi 70% dari total beban operasional.

Porsi avtur mencapai 50%, kemudian diikuti oleh biaya sewa pesawat di kirasan 10%. “Meskipun biaya avtur sekarang turun sekitar 25% tapi kalau dollar cukup besar ini sama saja,” tegasnya.

Saat ini maskapai berbiaya murah itu juga telah melakukan hedging avtur pada kisaran 20% hingga 30% dari kebutuhan. Demi mengatasi persoalan ini, Sunu mengaku akan mulai menggenjot pasar internasionalnya.

Sejumlah promo akan segera disiapkan untuk mendatangkan turis asing ke indonesia. Kata dia, dengan pelemahan nilai tukar rupiah biaya kunjungan ke Indonesia akan menjadi murah bagi wisatawan asing.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Edward Sirait, Kepala Humas Lion Group. Bagi maskapai berlogo Singa Merah itu dollar memegang porsi 70% sampai 80% dari beban operasionalnya.

Namun meski mengaku depresiasi rupiah cukup berpengaruh tetapi sejauh ini ia belum bisa melihat seberapa jauh pengaruh tersebut. “Belum kelihatan, karena ini agak sumir pas liburan akhir tahun,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto