Donald Trump Akan Usir Imigran Pendukung Hamas Jika Jadi Presiden AS



KONTAN.CO.ID - Dalam lanjutan agenda kampanye pemilihan presiden hari Senin (16/10), Donald Trump berjanji akan mengusir semua imigran yang mendukung Hamas. Tidak hanya itu, Trump juga berjanji akan melarang warga Muslim untuk memasuki AS.

Trump bahkan secara jelas menyebut akan melarang imigran dari Libya, Somalia, Suriah dan Yaman atau negara mana pun yang mengancam keamanan nasional AS. Dalam sebuah puisi yang dibacakannya, Trump mengibaratkan imigran seperti ular mematikan.

"Kami akan secara agresif mendeportasi penduduk asing yang memiliki simpati jihadis," kata Trump, dikutip Reuters.


Baca Juga: Rusia dan AS Berselisih di Dewan Keamanan PBB Terkait Perang Israel-Hamas

Dalam kampanyenya di negara bagian Iowa tersebut Trump juga mengatakan akan melarang siapa pun yang meragukan keberadaan Israel untuk masuk ke AS. Trump juga akan mencabut visa pelajar asing yang antisemit.

Trump juga berjanji untuk meningkatkan larangan perjalanan dari negara-negara yang dilanda teror, namun tidak menjelaskan bagaimana dia akan menegakkan janjinya tersebut.

"Jika Anda ingin menghapuskan negara Israel, Anda akan didiskualifikasi, jika Anda mendukung Hamas atau ideologi di balik Hamas, Anda akan didiskualifikasi, dan jika Anda seorang komunis, Marxis, atau fasis, Anda akan didiskualifikasi," kata Trump menjelaskan proses penyaringan imigran.

Baca Juga: AS Meningkatkan Kehadiran Militernya di Timur Tengah untuk Cegah Perang Meluas

Saat ini Trump masih menjadi kandidat paling populer untuk memenangkan pemilihan internal Partai Republik menuju pemilu presiden AS tahun 2024.

Sebagian besar saingan Trump dari Partai Republik mengecam Hamas dan menawarkan dukungan penuh terhadap rencana invasi Israel ke Gaza.

Banyak kebijakan imigrasi Trump yang ditentang di pengadilan selama masa kepresidenannya tahun 2017-2021. Janji barunya di masa kampanye ini juga jelas akan menimbulkan banyak perdebatan.

Larangan yang ia terapkan terhadap imigran dari beberapa negara mayoritas Muslim dibatalkan di pengadilan yang lebih rendah namun akhirnya dikuatkan oleh Mahkamah Agung AS. Saat Joe Biden menjadi presiden, larangan tersebut akhirnya dihapus.