Donald Trump: Baik Israel maupun Palestina tidak ada yang ingin damai



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menolak memberikan batas waktu untuk merilis rencana AS terkait perdamaian antara Israel dan Palestina. Trump mengatakan kepada surat kabar Israel, dirinya tidak yakin kedua belah pihak berkomitmen terhadap proses perdamaian tersebut.

"Kami akan melihat apa yang terjadi," kata Trump kepada Israel Hayom dalam sebuah wawancara yang dirilis pada Minggu (11/2).

Dia menambahkan, "Saat ini, saya akan mengatakan bahwa warga Palestina tidak ingin berdamai, mereka tidak ingin berdamai, dan saya juga belum yakin bahwa Israel ingin berdamai. Jadi kita lihat saja apa yang terjadi."


Dalam pertikaian Palestina-Israel, Amerika Serikat berperan sebagai perantara. Namun belakangan, peran AS telah mendapat kecaman menyusul keputusan pemerintahan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember lalu.

Pejabat tinggi Palestina mengutuk kebijakan tersebut, dengan mengatakan pihaknya langsung mendiskualifikasi AS untuk perannya sebagai mediator. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga  mengutuk keputusan tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Trump juga ditanyai tentang pernyataannya pada World Economic Forum di Davos bahwa "Jerusalem tidak dibahas" dalam hal negosiasi.

"Saya ingin menjelaskan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Sedangkan untuk batas-batas tertentu, saya akan mendukung apa yang disepakati kedua belah pihak. Saya pikir kedua belah pihak harus membuat kompromi keras untuk mencapai kesepakatan damai," jawab Trump.

Sementara, saat ditanyakan soal permukiman, Trump menyebut masalah tersebut merupakan sesuatu yang sangat sulit dan rumit dalam menciptakan perdamaian. Pernyataan tersebut tampaknya mencerminkan sikap yang lebih keras dibanding pernyataan pemerintah AS dalam beberapa bulan terakhir, dan sangat mirip dengan posisi pemerintahan sebelumnya, yang cenderung menggambarkan permukiman sebagai "rintangan bagi perdamaian."

Koran "Israel Hayom" dimiliki oleh Sheldon Adelson, dan secara luas dipandang sangat mendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie