Donald Trump murka dengan China, indeks bursa Wall Street rontok



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Indek Wall Street longsor pada Jumat (23/8) setelah suhu perang perdagangan Antara Amerika Serikat (AS)-China meningkat secara dramatis. Presiden AS Donald Trump meminta perusahaan-perusahaan Amerika mencari alternatif untuk melakukan bisnis dengan China setelah Beijing mengumumkan langkah pembalasan tarif impor barang dari AS.

Jumat (23/8), indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 623,34 poin atau 2,37% menjadi 25.628,9. Indeks S&P 500 rontok 75,84 poin atau 2,59% menjadi 2.847,11 dan indeks Nasdaq Composite longsor 239,62 poin atau 3% ke level 7.751,77.

Baca Juga: Kembali memanas, China mengenakan tarif balasan pada produk AS senilai US$ 75 miliar


Tarif balasan dari China barisan tarif memicu aksi jual dan yang menghantam saham perusahaan dengan eksposur tinggi ke China, seperti pembuat cip dan perusahaan teknologi terkemuka lainnya. Saham Intel Corp dan Apple Inc misalnya, masing-masing anjlok 3,9% dan 4,6%.

Tarif impor balasan dari China memancing amarah Trump. Namun Trump bukan hanya murka dengan tindakan balasan dari China. Trump juga meradang dengan pidato terbaru Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell.

Baca Juga: Trump menekan perusahaan-perusahaan AS menutup bisnis mereka di China

Powell menegaskan kembali janji bank sentral akan "bertindak sesuai" untuk mendukung perekonomian AS, tetapi ia berhenti berkomitmen untuk melakukan serangkaian pemotongan suku bunga lebih cepat.

Dalam tweet-nya, Trump menyebut Powell sebagai "musuh." "(Trump) tampaknya marah bahwa China bereaksi terhadap apa yang telah dilakukan AS dan pada dasarnya marah pada semua orang," kata David Katz, kepala kepala investasi di Matrix Asset Advisors di New York seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Trump bertanya siapa musuh terbesar AS, Ketua The Fed Powell atau Presiden China Xi?

Menurut Katz, Trump sebetulnya marah pada China. "Tapi dia mencoba menyalahkan pasar dan ekonomi pada Powell," tambahnya.

Pada titik ini, kata Katsz, sangat jelas bahwa masalah yang telah membuahkan hasil akhir-akhir ini dengan ekonomi AS dan perlambatan semuanya terkait dengan perdagangan dan tidak ada hubungannya dengan Fed," kata Katz.

Bernard Baumohl, Direktur Pelaksana dan Kepala Ekonom Global di Economic Outlook Group di Princeton, sependapat.

Baca Juga: Soal bunga, Bos The Fed Jerome Powel akan bertindak sepantasnya

"Kebodohan terbesar adalah keyakinan bahwa kalau dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 bas atau 50 bsp akan menghidupkan kembali perekonomian. Jangan meminta Federal Reserve untuk menyelamatkan ekonomi, karena mereka tidak akan mampu melakukannya saat ini," tandasnya kepada Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat