Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Semester II, Pemerintah Perlu Dorong Belanja Produktif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta mendorong belanja produktif untuk mendobrak pertumbuhan ekonomi di semester II-2023, mengingat realisasi belanja negara yang lambat di sepanjang paruh pertama tahun ini.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, pemerintah harusnya mendorong realisasi belanja produktif sejak semester I untuk meningkatkan kinerja ekonomi di semester selanjutnya. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di semester awal masih landai.

Dari data Kementerian Keuangan , realisasi belanja negara sepanjang semester I-2023 mencapai Rp 1.255,7 triliun, hanya menyentuh 41% dari target tahun ini yang senilai Rp 3.061,2 triliun, tumbuh 0,9% year on year (YoY).


Baca Juga: Masyarakat Cenderung Berhemat, Penjualan Ritel Pun Menurun

Di sisi lain, realisasi belanja daerah juga lambat sejak awal tahun hingga Mei 2023, yakni baru mencapai Rp 305,61 triliun, atau hanya 23,91% dari target, dengan pertumbuhan hanya sebesar 6,06% YoY.

Mirisnya, tercatat ada endapan dana pemerintah pusat senilai Rp 671,79 triliun di Bank Indonesia (BI). Sementara itu, dana pemerintah daerah (pemda) juga mengendap dengan jumlah Rp 123 triliun per tahun 2022. Belum lagi uang-uang pemerintah yang ada di perbankan.

"Seharusnya pemerintah membuka ruang, menteri keuangan khususnya, mendorong agar fiskal ini segera didistribusikan untuk kegiatan-kegiatan yang produktif, jangan sampai disimpan di Bank Indonesia meskipun mungkin dapat bunga, tapi kan itu bukan kegiatan produktif aktivitas ekonomi yang mencerminkan kegiatan ekonomi," ungkap Rizal kepada Kontan.co.id, Rabu (12/7).

Menurutnya, dana pemerintah harus digunakan secara produktif, alih-alih sebagai dana aman bagi pemda maupun pempus. Selain itu, belanja program yang lambat juga turut menjadi persoalan, sehingga membuat target penerimaan negara tidak dapat mencapai target awal.

Besarnya dana mengendap pemerintah, menurutnya akan berakibat pada terganggunya capaian target pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5,2% hingga 5,7%.

Baca Juga: AMRO Ingatkan Risiko yang Membayangi Prospek Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3

"Kalau kemudian digenjot nanti di semester II rasanya khawatir, apalagi menjalankan pemilu, jadi saya memandang yang akan digenjot nanti lagi-lagi konsumsi, kan pasti konsumsi, padahal investasi, modal, maupun perdagangan, atau export-import juga bisa diharapkan," katanya.

Menurut Rizal, pemerintah juga seharusnya menggerakkan sisi suplai pada penerimaan pajak, yang kemudian akan berimbas pada produktivitas sektoral sebagai penambah nilai.

Apabila sektor-sektor produktif terus digerakkan, selain mendorong pajak di sisi pertambahan nilai (PPN), hal tersebut juga akan berimbas pada efek berganda di sektor perekonomian (multiplier effect).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi