KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki, meresmikan Tani Bangga Store, yaitu Pasar Tani milik koperasi di Desa Gemuruh, Kecamatan Padamara, Purbalingga. Teten menuturkan, dengan berkoperasi para petani tidak lagi memikirkan produknya mau dijual ke mana. Pihaknya akan terus membangun dan memperkuat bisnis model di sektor pertanian (pangan), agar bisa masuk skala ekonomi. "Koperasi yang akan berhadapan dengan pasar, agar ada kepastian harga dan pasar bagi produknya," kata Teten dalam siaran pers, Minggu (22/8).
Koperasi dinilai harus memiliki kemampuan finansial untuk membeli seluruh hasil pertanian dari petani. Teten menegaskan, kelembagaan koperasi harus terus diperkuat agar mampu menjadi OffTaker bagi produk pertanian para petani.
Baca Juga: Bisnis UMKM dengan platform digital mampu bertahan di tengah pandemi Kementerian Koperasi dan UKM sendiri sudah membangun Pilot Project dan bisnis model sektor pertanian di beberapa daerah, seperti Lampung untuk hasil pertanian pisang, Aceh untuk kopi, dan sebagainya. "Nantinya, hal itu bisa direplika di berbagai daerah lain," kata Teten. Ngahadi Hadi Prawoto Ketua Koperasi Petani Max Yasa menjelaskan, Tani Bangga Store (minimarket/pasar moderen) didirikan bertujuan untuk mencetak petani-petani lebih moderen dalam pola pikir dan proses produksi, serta berorientasi ekspor. "Sejak awal tanam hingga proses petik hasil, kami mendampingi para petani agar mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan kemasan produk yang baik," kata Ngahadi. Tani Bangga Store menyediakan segala kebutuhan dapur para ibu. Tak hanya menyediakan komoditas sayuran dan buah-buahan, Tani Bangga Store juga menyediakan produk lain, seperti ikan, daging, minyak goreng, dan lain-lain. Koperasi Max Yasa baru didirikan Ngahadi pada Februari 2020. Namun, kiprah Ngahadi membina sekitar 500 petani di Purbalingga sudah dilakukan sejak 2014 lalu. Sebagai OffTaker, Ngahadi juga melakukan aneka pendampingan dan pembinaan para petani. Dari mulai menyediakan bibit yang unggul, pupuk, cara menanam dan memetik yang baik, hingga pemasaran.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin dorong penciptaan ekosistem UMKM yang berkesinambungan Ngahadi mencontohkan petani buncis jenis kenya dan lokal. Sebelum mendapat pembinaan dan pendampingan, mereka hanya mampu melakukan enam kali petik. "Sekarang, mereka sudah mampu 24 kali petik dengan hitungan sehari petik sehari tidak dalam kurun waktu dua bulan," jelas Ngahadi. Bahkan, dari sisi harga pasaran buncis, Ngahadi berani membeli dari petani dengan harga tinggi, di atas harga pasar. Misalnya, pernah harga buncis anjlok hingga hanya Rp 500 per kilogram. Tapi, Ngahadi tetap membeli dari petani dengan kisaran harga Rp 5000 - Rp 10000. Pria yang juga Ketua Pemuda Tani Purbalingga ini menjelaskan, beberapa komoditas yang dihasilkan para anggota koperasi sudah masuk ke pasar ekspor. Seperti labu madu, tomat, daun pisang, dan uni, dikirim ke Singapura. Sedangkan buah rambutan, pernah menghiasi pasar di Dubai. "Selain untuk ekspor, kami juga memasok komoditas kentang sebanyak 320 ton ke industri besar Wings Food sejak tahun 2020," imbuh Ngahadi.
Ngahadi bersama petani Purbalingga sudah melakukan ekspor rutin hasil pertanian (buncis) ke Singapura. Sebelum pandemi volume ekspor mencapai 1,5 ton per hari. Tetapi, pada saat pandemi, mengalami penurunan volume ekspor sebesar 50% menjadi 700 kilogram buncis Kenya per hari, dan 700 kilogram buncis lokal per hari. Sedangkan untuk harga jual, komoditas buncis Kenya Rp18.000 per kilogram dan buncis lokal Rp12.000 per kilogram. Pengiriman buncis dilakukan setiap Senin sampai dengan Kamis menuju Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Saat ini, ekspor yang dilakukan Koperasi Max Yasa masih dalam bentuk komoditas segar. Ke depan, Ngahadi akan melakukan inovasi dengan masuk ke industri olahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli