KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Berbagai cara tengah dilakukan beberapa negara dalam upayanya mempercepat produksi kendaraan listrik (EV). Langkah paling banyak dilakukan ialah memberikan stimulus berupa kucuran dana. Terbaru, Departemen Energi AS memberikan hibah senilai US$ 2,8 miliar kepada 20 perusahaan di seluruh AS yang akan mempromosikan produksi bahan untuk membuat baterai EV di dalam negeri. Pendanaan berasal dari Undang-Undang Infrastruktur Bipartisan, dan itu akan menjadi bagian dari "Inisiatif Bahan Baterai Amerika" baru, yang bertujuan untuk mengamankan pasokan mineral untuk EV dan infrastruktur listrik.
Ini sejalan dengan visi pemerintahan Biden yang ingin membuat EV setengah dari pembelian mobil baru AS pada tahun 2030. Sehingga, dibutuhkan dorongan serius dalam produksi baterai sebelum itu.
Baca Juga: Miliarder China Li Shufu Mengincar Saham Aston Martin Lebih Besar "AS dan sekutunya saat ini tidak cukup memproduksi mineral penting dan bahan baterai yang dibutuhkan untuk memberi daya pada teknologi energi bersih," tulis Biden seperti dikutip dari
engadget, Kamis (20/10) Menurutnya, China saat ini mengendalikan sebagian besar rantai pasokan mineral penting dan kurangnya kapasitas penambangan, pemrosesan, dan daur ulang di AS dapat menghambat pengembangan dan adopsi kendaraan listrik, membuat AS bergantung pada rantai pasokan asing yang tidak dapat diandalkan. Pendanaan baru akan mendukung proyek-proyek yang bertujuan untuk mengembangkan lithium tingkat baterai yang cukup untuk membangun 2 juta EV setiap tahun, serta grafit dan nikel yang cukup untuk menghasilkan 1,2 juta dan 400.000 EV setiap tahun. Ini juga akan memungkinkan beberapa upaya terobosan, seperti membangun fasilitas katoda besi fosfat lithium pertama, serta fasilitas produksi garam elektrolit lithium skala besar pertama, di AS. Pemerintahan Biden mengatakan hibah US$ 2,8 juta akan menghasilkan investasi lebih dari US$ 9 miliar untuk membangun baterai EV. Pembuat mobil juga akan membutuhkan lebih banyak sumber pasokan lokal jika mereka ingin membangun EV yang memanfaatkan sepenuhnya kredit pajak baru $ 7.500, yang membutuhkan baterai dan mineral yang diproduksi di AS. Sementara itu, pemerintah China mulai memberikan subsidi besar untuk pembelian EV pada tahun 2009, karena EV lebih mahal daripada kendaraan mesin pembakaran internal (ICE) konvensional. Sejak itu, pemerintah pusat telah menghabiskan lebih dari RMB 200 miliar untuk subsidi EV, dengan pemerintah daerah menambah tambahan RMB 100 miliar atau total US$47 miliar. Didorong oleh dukungan pemerintah itu, penjualan EV meningkat menjadi 3,52 juta unit pada tahun 2021. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan China berusaha untuk mengurangi emisi karbon di semua bidang dan pasar yang berkembang untuk konsumsi hijau. Menurut Asosiasi Produsen Mobil China, penjualan EV di China akan meningkat sebesar 47% menjadi lima juta pada tahun 2022.
Baca Juga: BMW AG Stop Produksi Mobil MINI Electric di Inggris Terbaru, China sedang bernegosiasi dengan produsen tentang perpanjangan subsidi kendaraan listrik (EV) mahal yang awalnya akan berakhir pada tahun 2022. Dalam konteks China, EV mengacu pada kendaraan listrik baterai (BEV), kendaraan listrik hibrida
plug-in (PHEV, dan jarak jauh). termasuk kendaraan listrik), dan kendaraan listrik sel bahan bakar (FCV). Tujuannya adalah untuk memberikan dukungan bagi industri dan memperluas pasar kritis ini. Hanya saja, subsidi bukan satu-satunya cara untuk merangsang pasar EV. Pemerintah China telah menetapkan langkah-langkah stimulus lain untuk mendorong pasar dan mencapai tujuannya. Pada 22 April 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Administrasi Perpajakan Negara (STA), dan MIIT bersama-sama menerbitkan Pengumuman Pembebasan Pajak Perolehan Kendaraan Untuk Kendaraan Berenergi Baru. Dokumen tersebut mengumumkan bahwa otoritas terkait akan mengecualikan NEV dari pajak pembelian kendaraan hingga akhir tahun 2022. Pembebasan pajak termasuk PEV dan PHEV, dan FCV. Terakhir, pejabat pemerintah China juga telah menyarankan bahwa langkah-langkah stimulus ekonomi yang akan datang akan memprioritaskan investasi dalam "infrastruktur baru," yang meliputi, antara lain, stasiun pengisian NEV, energi berkelanjutan, dan
Internet of Things.
Editor: Tendi Mahadi