KONTAN.CO.ID - BOGOR. Presiden Prabowo Subianto telah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% pada tahun 2029. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, target pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dicapai dengan mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia. Airlangga mengungkapkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2029 menurutnya harus mendorong sejumlah sektor utama. Di antaranya adalah dari konsumsi, kemudian investasi juga harus tumbuh 10%.
Baca Juga: OJK Dorong Industri Multifinance Jadi Kontributor Pertumbuhan Ekonomi Nasional "Jadi apa yang harus kita dorong? sektornya tetap konsumsi harus kita jaga, kemudian investasi juga harus tumbuh 10%," ungkap Airlangga dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2024, di SICC, Bogor Kamis (7/11). Selain itu, Airlangga bilang, kinerja ekspor juga harus tumbuh 9%. Kemudian juga mendorong sektor hilirisasi, pariwisata, konstruksi dan perumahan, ekonomi digital hingga pengembangan ekonomi baru yaitu semikonduktor. Transisi energi hijau atau
green energy juga terus didorong dengan target Indonesia dapat menjadi
green energy tertinggi. "Seperti di Kalimantan Utara kita bisa kembangkan
hydro power sampai 10 GW, kemudian kawasan-kawasan yang kita bangun di sana bisa jadi pusat pertumbuhan baru di mana di situ bisa jadi
center of new industry green hydrogen amonia bahkan industri hilirisasi lain," jelasnya.
Baca Juga: Menko Polhukam Ungkap Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Airlangga juga mengatakan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% bukan hal mustahil untuk dicapai Indonesia. Hal itu karena sebelumnya Indonesia juga sudah pernah mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 8,2% pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pertumbuhan itu didorong sektor utama yaitu manufaktur, industri tekstil, otomotif, konstruksi dan juga investasi yang tumbuh tinggi sampai dengan 14,6% dan konsumsi rumah tangga serta ekspor.
"Ekspornya adalah CPO, tekstil dan migas, bahkan kita sempat ekspor migas sampai dengan 1,6 juta barel per hari, produksi kita 1,6 juta barel
oil per day tapi pertumbuhan itu tidak sustain karena pada waktu itu dengan deregulasi dan pakto sehingga ekonomi
over heating dan juga terjadi krisis keuangan Asia dan perekonomian kita turun," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi