Skema double track sudah marak di dunia pendidikan. Di dalam negeri, sistem double track diterapkan di SMA, dengan menambahkan praktik keterampilan layaknya ekstrakurikuler. Nah, yang ramai dibicarakan belakangan adalah program double track di Taiwan untuk tingkat universitas, yang disinyalir menjadi ajang kerja paksa. Sorotan ini bermula dari lontaran anggota legislatif Kuomintang, Ko Chih-en pada akhir Desember lalu. Ko mengatakan bahwa enam universitas yang masuk dalam program New Southbound Policy, telah mengirim mahasiswa asing mereka untuk bekerja di pabrik. Seperti dikutip dari Taiwan News, Ko bilang, dari 300 mahasiswa Indonesia di Hsing Wu University, hanya belajar dua hari seminggu dan satu hari libur. Hari-hari sisanya harus mereka habiskan di pabrik dengan jam kerja 10 jam per shift. Belum lagi, Ko menemukan bahwa para pelajar yang mayoritas muslim itu, mendapat jatah makan yang diduga tidak halal. Masih dari Taiwan News, Ko menyampaikan bahwa para mahasiswa itu sudah mengajukan protes ke kampus, namun pihak universitas meminta mereka untuk bersabar. Pasalnya, pabrik tempat mereka bekerja, banyak menyokong universitas itu. Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan, sudah menerima keluhan dan melakukan investigasi. Buntutnya, Rabu (2/1) kemarin, Pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman pelajar untuk program New Southbound Policy ini.
Double track
Skema double track sudah marak di dunia pendidikan. Di dalam negeri, sistem double track diterapkan di SMA, dengan menambahkan praktik keterampilan layaknya ekstrakurikuler. Nah, yang ramai dibicarakan belakangan adalah program double track di Taiwan untuk tingkat universitas, yang disinyalir menjadi ajang kerja paksa. Sorotan ini bermula dari lontaran anggota legislatif Kuomintang, Ko Chih-en pada akhir Desember lalu. Ko mengatakan bahwa enam universitas yang masuk dalam program New Southbound Policy, telah mengirim mahasiswa asing mereka untuk bekerja di pabrik. Seperti dikutip dari Taiwan News, Ko bilang, dari 300 mahasiswa Indonesia di Hsing Wu University, hanya belajar dua hari seminggu dan satu hari libur. Hari-hari sisanya harus mereka habiskan di pabrik dengan jam kerja 10 jam per shift. Belum lagi, Ko menemukan bahwa para pelajar yang mayoritas muslim itu, mendapat jatah makan yang diduga tidak halal. Masih dari Taiwan News, Ko menyampaikan bahwa para mahasiswa itu sudah mengajukan protes ke kampus, namun pihak universitas meminta mereka untuk bersabar. Pasalnya, pabrik tempat mereka bekerja, banyak menyokong universitas itu. Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan, sudah menerima keluhan dan melakukan investigasi. Buntutnya, Rabu (2/1) kemarin, Pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman pelajar untuk program New Southbound Policy ini.