Dow Jones lanjut koreksi, IHSG bisa menguat terbatas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham Amerika Serikat (AS) bergejolak pekan ini. Terakhir, Kamis (8/2), Dow Jones Industrial Average (DJIA) kembali ambles 4,15% atau setara 1.032,89 poin di level 23.860,46.

Head of Lots Services Lotus Andalan Sekuritas Krishna Dwi Setiawan menilai, koreksi yang terjadi di Dow Jones dipicu oleh valuasi saham di Amerika Serikat (AS) yang terbilang tinggi. Sebelumnya, pasar merespons positif kebijakan pemangkasan pajak korporat AS yang berpotensi meningkatkan pendapatan dan profit korporasi.

Namun, munculnya potensi kenaikan suku bunga AS yang diduga akan lebih agresif justru membuat pelaku pasar berbalik arah. Pasalnya, naiknya suku bunga membuka peluang turunnya profit korporasi akibat cost of fund yang lebih besar. “Jadi, harga saham juga harus turun agar valuasinya rasional,” ujar Krishna, Jumat (9/2).


Seiring dengan kemungkinan naiknya suku bunga, yield obligasi AS tenor 10 tahun pun masih berada dalam level yang tinggi. Pada perdagangan (intraday) Jumat (9/2), tercatat yield obligasi AS diperdagangkan di level 2,83%. Tingginya yield obligasi AS ini pula yang disinyalir memicu koreksi indeks di Indonesia.

Jumat (9/2), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,60% atau setara 39,11 poin ke level 6.505,523.

Sejauh ini, Krishna melihat adanya potensi koreksi lanjutan dari Dow Jones. Dus, sepanjang Februari, menurutnya, IHSG masih dibayangi sentimen negatif dari eksternal. Ia mematok rentang IHSG di level 6.400-6.600 pada bulan ini.

Secara teknikal, analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji memprediksikan, Dow Jones berpotensi melanjutkan koreksi sehat pada perdagangan minggu depan. Menurutnya, indeks DJIA sepekan kedepan akan bergerak pada rentang 22.000-25.500.

Meski sempat terpengaruh DJIA, Nafan melihat potensi penguatan terbatas pada IHSG pada pekan depan. Ia menilai IHSG bisa bergerak di rentang 6.400-6.600.

“Sejauh ini dampak penurunan DJIA ke IHSG masih sekedar sentimen. Belum mempengaruhi secara fundamental,” imbuh Krishna. Ke depan, investor patut mencermati posisi nilai tukar rupiah dan pergerakan yield obligasi AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini