KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan melonggarkan kebijakan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk menolong daya beli masyarakat. Langkah ini bisa dibilang merupakan kompensasi karena BI telah menaikkan bunga acuan yang justru mengetatkan ekonomi. Pelonggaran ketentuan loan to value (LTV) pengajuan KPR di bank ini bakal dimulai 1 Agustus 2018 mendatang. LTV adalah besaran kredit yang bisa diberikan bank untuk nasabah, dari total harga hunian yang diajukan. Jika bank menerapkan LTV atau hanya bisa mengabulkan 85%, maka calon penerima KPR harus menyediakan uang muka atau down payment (DP) 15% dari harga rumah. Artinya, semakin longgar atau semakin tinggi LTV, semakin ringan uang muka yang perlu disiapkan nasabah.
Sampai saat ini, bank masih menanti detail aturan dari BI. Pasalnya, BI baru mengumumkan pokok-pokok kebijakan saja. Bank tengah menimbang produk KPR yang bisa menawarkan bunga rendah, seperti apa kriteria calon debitur, risiko, dan manfaatnya. Tapi, sejauh ini, belum ada bank yang berani menawarkan LTV 100%. "Terkait penerapan DP 0%, kami belum berani," kata Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA), dalam keterangan tertulis, Rabu (11/7). BCA belum berani menerapkan DP 0% karena risiko kredit properti yang masih menantang. Selain itu BCA memandang, kemampuan masing-masing debitur berbeda. Apalagi, BCA juga akan menaikkan bunga kredit 25 basis poin - 50 bps atau sekitar 0,25%-0,5% pada Agustus 2018 mendatang, pada produk konsumer seperti KPR. Sebagai gambaran, suku bunga KPR BCA menyentuh sebesar 5,8%. Sedangkan PT Bank Tabungan Negara (BTN) hanya akan memberikan bunga terendah 1%. Itu pun karena bank yang fokus pada KPR ini sudah memiliki program subsidi ini. "Seyogyanya kita 1% saja. Enggak nol-nol banget, masa mau kredit 0%, kesannya itu tanggungjawabnya kurang mengikat," ujar Direktur Utama Bank BTN Maryono. Dia yakin, dengan DP 1%, target pertumbuhan KPR hingga 22% di tahun 2018 ini bisa terpenuhi. Risiko kredit memang menjadi bobot pertimbangan. Tambok Simanjuntak, Direktur Retail Banking PT Bank Nasional Indonesia Tbk (BNI) bilang, kebijakan DP 0% untuk rumah pertama berpotensi membuat risiko kredit meningkat. "Kami akan melakukan mitigasi dengan selektif melakukan ekspansi pada nasabah payroll," kata Tambok kepada kontan.co.id. Selain itu, ekspansi nasabah properti BNI juga dilakukan ke profesi seperti PNS/TNI POLRI/BUMN dan perusahaan swasta nasional. Saat ini, BNI mempunyai produk KPR BNI Griya dengan plafon sampai Rp 500 juta. Permintaan kredit produk KPR ini cukup tinggi dan mempunyai NPL rendah. Handayani, Direktur Konsumer Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengaku sedang mengkaji segmen yang cocok untuk mendapatkan kebijakan bebas uang muka KPR. "Kami akan melakukan dengan selektif untuk pemberian uang muka 0%," kata Handayani kepada KONTAN, Jumat. Sebelumnya, BRI mempertimbangkan uang muka sebesar 5% dari nilai pokok rumah. Ekonom sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan bahwa DP yang ideal adalah 5% hingga 10%. “Idealnya tidak 0%. Dengan DP 0%, masyarakat itu ibaratnya nanti tidak ada tanggung jawabnya. Jadi, lebih bagus sih 5% hingga 10% sudah cukup,” kata Aviliani di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (25/6). Dia menilai, risiko memberikan kredit dengan DP 0% lebih tinggi risikonya. Sebab, sewaktu-waktu apabila debitur tidak mampu membayar, maka ia cenderung tidak akan membayar cicilannya. “Tapi, kalau ada uang muka, mereka akan ada usahanya untuk lanjutkan cicilan,” ujar Aviliani. Pengembang ikut senang Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI) menyambut kebijaan BI merelaksasi kredit properti. REI menyebutkan, pelonggaran LTV terutama mengenai kebebasan uang muka untuk rumah pertama akan semakin memudahkan orang untuk melakukan pembelian rumah. Pelonggaran KPR untuk rumah inden sampai rumah kelima juga dinilai akan semakin mendorong penjualan properti. "Kami harapkan pelonggaran aturan LTV itu bisa mendorong penjualan properti sekitar 10% tahun ini," kata Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata. Menurut dia, permintaan KPR akan makin terdorong ke segmen hunian dengan harga Rp 200 juta – Rp 500 juta. Sementara itu, ada pihak yang pesimistis jika hanya mengandalkan BI untuk mendorong sektor properti. Juga, kebijakan itu dinilai tumpul karena dibarengi dengan kenaikan suku bunga. Di saat yang sama, batasan maksimal tenor Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) juga tidak panjang. Makanya, Associate Director Investment Service Colliers International Indonesia Aldi Garibaldi menilai, kebijakan dengan membebaskan uang muka KPR tidak akan bisa menarik minat masyarakat menengah bawah untuk melakukan pembelian rumah. Pasalnya, dengan tanpa DP, konsumen harus menanggung cicilan yang lebih besar, dengan bunga kredit yang tinggi dan tenor KPR yang dibatasi. "Jadi untuk mendorong penjualan itu, suku bunga juga harus dijaga. Agar cicilan bisa rendah maka tenor juga harus diperpanjang. Harusnya yang diubah juga aturan tenor ini. Kalau tidak, kebijakan tanpa DP ini tidak berpengaruh," jelas Aldi di Jakarta, Rabu (4/7). Berdasarkan riset yang Colliers lakukan, konsen utama konsumen dalam melakukan pembelian apartemen bukan uang muka melainkan fokus pada suku bunga.