JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengaksesi Framework Convention on Tobacco control (FCTC). Gerakan anti tembakau yang kembali marak menekan Presiden Joko Widodo untuk mengaksesi FCTC agar memudahkan DPR membahas Rancangan Undang-Undang atau RUU Pertembakauan, harus dilihat secara holistik dan komprehensif. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Subagyo mengatakan, ada stakeholders yang sangat berkepentingan dengan aksesi FCTC di Indonesia. Firman bilang, perdebatan soal rokok maupun produk tembakau bukan sekadar argumentasi teknis medis yang bebas nilai, tentang sehat dan tidak sehat. Menurutnya, ihwal ini sudah memasuki ranah persaingan bisnis korporasi yang dilakukan oleh para pemain industri farmasi. "Terutama, para produsen obat penghenti rokok, seperti permen karet Nicorette, Koyok Nicoderm dan Nicotrol, obat hisap dan semprot Nicotrol maupun Zyban," ujarnya.
DPR: Ada farmasi di balik gerakan anti tembakau
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengaksesi Framework Convention on Tobacco control (FCTC). Gerakan anti tembakau yang kembali marak menekan Presiden Joko Widodo untuk mengaksesi FCTC agar memudahkan DPR membahas Rancangan Undang-Undang atau RUU Pertembakauan, harus dilihat secara holistik dan komprehensif. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Subagyo mengatakan, ada stakeholders yang sangat berkepentingan dengan aksesi FCTC di Indonesia. Firman bilang, perdebatan soal rokok maupun produk tembakau bukan sekadar argumentasi teknis medis yang bebas nilai, tentang sehat dan tidak sehat. Menurutnya, ihwal ini sudah memasuki ranah persaingan bisnis korporasi yang dilakukan oleh para pemain industri farmasi. "Terutama, para produsen obat penghenti rokok, seperti permen karet Nicorette, Koyok Nicoderm dan Nicotrol, obat hisap dan semprot Nicotrol maupun Zyban," ujarnya.