JAKARTA. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Marzuki Alie mencermati masalah keterserapan anggaran, terutama belanja modal, yangpada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 tidak optimal. Menurutnya, kondisi itu menyebabkan belanja modal yang ada tidak mampu menggerakkan perekonomian domestik dan membuka lapangan kerja.“Untuk mendorong perekonomian, belanja barang dan belanja modal seharusnya memperoleh proporsi yang lebih besar. Karena merupakan anggaran pembangunan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, kita justru melihat bahwa APBN saat ini terlalu dibebani biaya rutin danbiaya subsidi,” katanya di Gedung DPR (9/1).Oleh karenanya, lanjut Marzuki, perlu dipikirkan secara bertahap agar terjadi penurunan biaya rutin dan biaya subsidi. Menurutnya, ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi. Aspek yang dimaksud antara lain: lemahnya perencanaan program dan kegiatan serta koordinasi antara unit perencana dan pelaksana kegiatan. “Sejumlah kelemahan tersebut mengakibatkan sering dilakukannya revisi anggaran, bila penyerapan menumpuk di akhir tahun, ada kecenderungn mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian,” pungkasnya. Selain itu, terkait dengan realisasi anggaran untuk memacu sektor perdagangan antar dan interpulau, Marzuki menilai perlu penyederhanaan birokrasi, target penurunan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, penurunan angka pengangguran terbuka, dan penyiapan kebijakan energi alternatif seperti panas bumi dan mikrohidro. "Karena pembengkakan subsidi BBM pada akhrinya membebani anggaran negara," pungkasnya.
DPR: APBN terlalu dibebani biaya rutin dan biaya subsidi
JAKARTA. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Marzuki Alie mencermati masalah keterserapan anggaran, terutama belanja modal, yangpada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 tidak optimal. Menurutnya, kondisi itu menyebabkan belanja modal yang ada tidak mampu menggerakkan perekonomian domestik dan membuka lapangan kerja.“Untuk mendorong perekonomian, belanja barang dan belanja modal seharusnya memperoleh proporsi yang lebih besar. Karena merupakan anggaran pembangunan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, kita justru melihat bahwa APBN saat ini terlalu dibebani biaya rutin danbiaya subsidi,” katanya di Gedung DPR (9/1).Oleh karenanya, lanjut Marzuki, perlu dipikirkan secara bertahap agar terjadi penurunan biaya rutin dan biaya subsidi. Menurutnya, ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi. Aspek yang dimaksud antara lain: lemahnya perencanaan program dan kegiatan serta koordinasi antara unit perencana dan pelaksana kegiatan. “Sejumlah kelemahan tersebut mengakibatkan sering dilakukannya revisi anggaran, bila penyerapan menumpuk di akhir tahun, ada kecenderungn mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian,” pungkasnya. Selain itu, terkait dengan realisasi anggaran untuk memacu sektor perdagangan antar dan interpulau, Marzuki menilai perlu penyederhanaan birokrasi, target penurunan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, penurunan angka pengangguran terbuka, dan penyiapan kebijakan energi alternatif seperti panas bumi dan mikrohidro. "Karena pembengkakan subsidi BBM pada akhrinya membebani anggaran negara," pungkasnya.