JAKARTA. Pemerintah mengaku menunggu masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna membahas lebih lanjut rencana Revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang bakal menjadikan pegawai pajak lebih gahar. Dalam peraturan ini, pemerintah tak hanya memisahkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Kementerian Keuangan(Kemkeu), tapi juga ingin mengubah sejumlah definisi, penyelesaian sengketa, hingga penegakan hukum. Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan, draf dari revisi aturan tersebut sudah diterima oleh DPR. Namun, saat ini DPR masih fokus pada hal-hal yang sifatnya mendesak untuk segera diselesaikan, seperti APBNP dan seleksi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Rencananya, kami akan bahas segera setelah APBNP. APBNP kan jadi utama. Setelah itu kami bahas RUU KUP,” katanya kepada KONTAN, Rabu (24/5). Ia mengatakan pembahasan RUU KUP akan dibarengi dengan pembahasan RUU Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki prioritas perampungan aturan perundang-undangan tersebut yang saat ini sudah masuk program legislasi nasional. “RUU PNBP dan RUU KUP barengan saja. Tidak ada yang duluan-duluan. APBNP biasanya menunggu laporan semester 1 atau bulan Juni. Mungkin awal Juli kami bahas,” jelasnya. Saat ini, menurut Mekeng, fraksi-fraksi yang ada belum membuat DIMnya masing-masing. Nantinya, DPR juga akan memerlukan tim ahli guna memberi pemaparan terkait pasal-pasal yang akan diubah, termasuk soal pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan mengatakan bahwa hingga akhir Juni 2017, tidak akan ada pertemuan dengan pemerintah untuk membahas RUU KUP. Ia melanjutkan, pemerintah harus memberikan alasan secara lengkap mengenai wacana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Terutama soal potensinya kepada penerimaan negara. "Saya pikir kalau itu bisa yakinkan untuk bisa menambah penerimaan negara tentu kami dukung. Nanti saat pembahasan kami akan dengar pemerintah mengapa harus dipisahkan, efektivitas penerimaan negara seperti apa, apakah ada penerimaan yang signifikan," ujarnya. Mekeng berpendapat, bila Ditjen Pajak akhirnya berdiri di luar Kemenkeu, tentu akan ada plus dan minusnya. Plusnya, Ditjen Pajak akan lebih fleksibel untuk merekrut atau memecat tenaga kerja.
“Kalau berbentuk badan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ya bagus. Namun, minusnya memang masih ada
trust issue, tetapi pengawasan terhadap Ditjen Pajak sendiri kan di dalam ada internal audit, lalu ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga,” kata dia. Ia mengatakan, selama ini rasio wajib pajak dan pegawai Ditjen Pajak sendiri timpang sehingga banyak yang tidak tersentuh oleh fiskus. Artinya, kerja Ditjen Pajak menjadi tidak fokus. “Jepang saja yang hebat teknologinya, punya banyak tenaga pemeriksa,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie