DPR bantah delik santet di RUU KUHP



JAKARTA. Suara penolakan terhadap delik santet dalam RUU KUHP semakin gencar. Dalam rapat audiensi Komisi III DPR hari ini (22/5), di Gedung DPR, dengan kelompok masyarakat sipil, DPR membantah bahwa RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memasukkan delik santet sebagai aturan. Aturan yang ada dalam RUU KUHP hanyalah sanksi bagi orang yang mengaku-ngaku membuka jasa santet.

Anggota Komisi III Achmad Yani menegaskan bahwa delik santet sebetulnya tak ada dalam RUU KUHP. Pasal yang terkait masalah santet sebetulnya lebih kepada delik penipuan. Ia menjelaskan pasal 293 ayat 1 RUU KUHP berbunyi, setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan batuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

"Jadi aturan ini untuk melindungi masyarakat yang mengaku-ngaku punya kemampuan itu," ujar pria yang juga politisi PPP.Yani menyesalkan kesalah pahaman yang timbul di media massa ataupun masyarakat. Seolah-olah santet secara resmi diakui sebagai kejahatan dan harus dilakukan pembuktian dalam proses hukum. "Kalau dibaca seksama RUU KUHP, nggak ada pengaturan delik santet dalam RUU KUHP yang selama ini dipahami masyarakat,"pungkas Yani.


Dalam rapat audiensi Komisi III DPR hari ini, (22/5), kelompok masyarakat sipil menilai pemberlakuan delik santet sama saja dengan membawa Indonesia kembali ke Zaman Kuno karena masih hal yang mistis atau gaib. Selain itu, kejahatan santet sulit untuk dibuktikan secara akal sehat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amal Ihsan