DPR berencana revisi UU BUMN, ini kata Erick Thohir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyambut rencana Komisi VI DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Menteri BUMN Erick Thohir pun menilai, revisi tersebut bisa menjadi momentum guna memperbaiki tata kelola perusahaan pelat merah.

Erick mengharapkan perbaikan regulasi akan mampu membenahi berbagai macam hal yang menyangkut BUMN, mulai dari Penyertaan Modal Negara (PMN), masalah utang, kepemilikan, hingga restrukturisasi perusahaan. Apalagi di tengah era digitalisasi yang menuntut proses bisnis dilakukan dengan cepat, tata kelola BUMN harus mampu mengimbangi kebutuhan tersebut.

"Contohnya saja misalkan bagaimana kok menutup (BUMN) saja lama sekali, merestrukturisasi kami butuh waktu 9 bulan. Padahal di era digital dinamika berusaha ada percepatan luar biasa, ketika kemarin perusahaan untung, besok bisa langsung rugi," kata Erick dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9).


Dia pun menyoroti peningkatan wewenang Kementerian BUMN dalam mengelola perusahaan-perusahaan milik negara, termasuk dalam hal melakukan restrukturisasi atau menutupnya. Penguatan peran dan pengawasan dari kementerian dinilai mesti ditingkatkan untuk mempersempit ruang direksi atau manajemen di BUMN melakukan tindak pelanggaran.

"Tidak semata-mata untuk menambah kekuasaan, tetapi di sinilah justru yang ditekankan tidak lain kami menjadi pressure yang baik untuk para direksi kami," jelas Erick.

Baca Juga: Delapan BUMN disuntik PMN Rp 52 triliun, jatah terbesar untuk Jiwasraya dan jalan tol

Dia menekankan, perubahan mentalitas BUMN perlu terus dilakukan. Manajemen dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan PMN maupun penerbitan utang. Erick bercerita, pada tahun pertama dirinya menjabat, masih ada direksi di BUMN yang menerbitkan surat utang untuk bonus dan tantiem.

"Di UU BUMN bagaimana kita bisa memetakan secara baik, PMN yang dibutuhkan dan dividen yang harus dilakukan, sesuai dengan kinerja perusahaan. Tidak poles-polesan buku, yang akhirnya kadang menerbitkan surat utang untuk bonus dan tantiem. Di tahun pertama kami menemukan itu, yang sangat tidak etis, dan semestinya dihukum," terang Erick.

Dia meminta adanya pemetaan yang jelas terkait dengan pemberian PMN secara jangka pendek, menengah dan panjang. Begitu juga dengan penugasan yang diberikan pemerintah kepada BUMN, harus dilihat dari sisi kesiapan korporasi. Jika secara korporasi tidak kuat, maka harus dibantu dengan PMN.

"Bahwa PMN mesti ada konteks yang jelas. Jadi kunci daripada UU BUMN ini menjadi penting, karena turunnya PMN di situ. Kinerja dari perusahaan juga apakah direstrukturisasi, di merger, atau diperkuat untuk menjadi champion. Kami juga ingin memastikan restrukturisasi utang bukan sekadar men-delay problem," pungkas Erick.

Selanjutnya: Megalestari Epack (EPAC) tetap optimistis dengan proyeksi bisnis di sisa tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari