JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan diminta agar tidak “kebakaran jenggot” atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh Perusahaan Listrik Negara senilai Rp 37,6 triliun, semasa kepemimpinannya. Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Effendy Simbolon mengatakan, sebagai pejabat negara, Dahlan semestinya dapat menjelaskan kepada legislatif, bukan malah mengalihkan isu soal kongkalikong antara BUMN dan DPR."Jadi jangan juga pak Dahlan kebakaran jenggot dan mengalihkan isu pemberian upeti," tegas Effendy di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/10). Effendy menjelaskan, hasil audit BPK itu hanya menguatkan apa yang selama ini telah ditemukan oleh Panitia Kerja hulu listrik. Di mana sebelumnya, Panja telah menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 37,6 triliun. "Kami (Panja Hulu Listrik) lihat soal kebocoran-kebocoran, korupsi, kacau balaunya pengelolaan PLN, dan banyaknya intervensi pihak luar yang turut menambah carut marut PLN sendiri," ungkap Effendy. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menambahkan, hasil temuan lembaga auditor negara itu bukan hanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 37,6 triliun di delapan pembangkit, tetapi juga untuk banyak hal. Untuk itu, lanjut Effendy, Panja akan meminta penjelasan Dahlan Iskan terkait hal tersebut. Jika benar terbukti, DPR khususnya Komisi VII DPR akan membawa kerugian itu ke proses hukum khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "PT PLN harus kita selamatkan karena itu milik rakyat, kalau merugikan negara harus dipertanggungjawabkan. Kalau memang nanti ditemukan unsur memenuhi korupsi harus diteruskan ke penegakan hukum," kata Effendy. Dikatakan Effendy, kerugian keuangan negara itu disebabkan oleh beberapa faktor. Oleh sebab itu, kerugian itu disinyalir berbau korupsi. "Termasuk cara pengadaan genset, bagaimana prosedurnya, bagaimana KKN-nya. Masa iya kerugian 37 T dan kerugian di unit lainnya tidak akan bertanggungjawab," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR: Dahlan Iskan jangan kebakaran jenggot
JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan diminta agar tidak “kebakaran jenggot” atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh Perusahaan Listrik Negara senilai Rp 37,6 triliun, semasa kepemimpinannya. Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Effendy Simbolon mengatakan, sebagai pejabat negara, Dahlan semestinya dapat menjelaskan kepada legislatif, bukan malah mengalihkan isu soal kongkalikong antara BUMN dan DPR."Jadi jangan juga pak Dahlan kebakaran jenggot dan mengalihkan isu pemberian upeti," tegas Effendy di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/10). Effendy menjelaskan, hasil audit BPK itu hanya menguatkan apa yang selama ini telah ditemukan oleh Panitia Kerja hulu listrik. Di mana sebelumnya, Panja telah menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 37,6 triliun. "Kami (Panja Hulu Listrik) lihat soal kebocoran-kebocoran, korupsi, kacau balaunya pengelolaan PLN, dan banyaknya intervensi pihak luar yang turut menambah carut marut PLN sendiri," ungkap Effendy. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menambahkan, hasil temuan lembaga auditor negara itu bukan hanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 37,6 triliun di delapan pembangkit, tetapi juga untuk banyak hal. Untuk itu, lanjut Effendy, Panja akan meminta penjelasan Dahlan Iskan terkait hal tersebut. Jika benar terbukti, DPR khususnya Komisi VII DPR akan membawa kerugian itu ke proses hukum khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "PT PLN harus kita selamatkan karena itu milik rakyat, kalau merugikan negara harus dipertanggungjawabkan. Kalau memang nanti ditemukan unsur memenuhi korupsi harus diteruskan ke penegakan hukum," kata Effendy. Dikatakan Effendy, kerugian keuangan negara itu disebabkan oleh beberapa faktor. Oleh sebab itu, kerugian itu disinyalir berbau korupsi. "Termasuk cara pengadaan genset, bagaimana prosedurnya, bagaimana KKN-nya. Masa iya kerugian 37 T dan kerugian di unit lainnya tidak akan bertanggungjawab," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News