DPR desak pemerintah alirkan dana bea keluar sawit



JAKARTA. Panitia Kerja (Panja) DPR mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan pengembalian penerimaan bea keluar sawit ke daerah produsen. Hal ini untuk mendukung kebijakan hilirisasi di sektor perkebunan, khususnya untuk komoditas sawit dan karet.

Ketua Panja Sawit dan Karet Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana, mengatakan, komoditas sawit dan karet di Indonesia merupakan produk unggulan namun hilirisasinya terhambat dan sulit bersaing di pasar internasional. "Panja Sawit akan berusaha untuk mengurangi atau menghilangkan batasan-batasan yang menghambut industri sawit dan karet di Indonesia," ujarnya di Gedung DPR, Selasa (18/6).

Sebagai info, pembetukan Panja Sawit dan Karet ini bertujuan untuk mengurai masalah yang sering terjadi dari mulai budidaya hingga hilirisasi. Seperti diketahui,  sawit dan karet ini sebagai komoditas unggulan, tetapi masih banyak memberikan manfaat kepada petani.


Menurut Erik, lewat Panja Sawit dan Karet pihak DPR ingin meminta pengembalian dana bea keluar sawit dan karet kepada daerah produsen. Ia menilai, kebijakan ini akan mampu memanfaatkan para petani untuk terlibat dalam program hilirisasi sektor perkebunan.

Erik mengatakan, saat ini para petani yang memiliki lahan perkebunan hanya berjalan sendiri-sendiri dan tidak terorganisir. "Nantinya kami akan kumpulkan semua petani dan tergabung dalam sebuah koperasi. Baru kemudian diberi akes ke industri hilir," ujar politisi dari Partai Hanura tersebut.

Dia beralasan, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menolak usulan kebijakan pengembalian penerimaan dana bea keluar sawit kepada daerah produsen. Ia menilai, secara teknis bentuknya sama dengan yang dilakukan kepada komoditas tembakau sehingga seharusnya bisa dilakukan untuk sawit serta karet.

Panja DPR juga mempertanyakan besarnya porsi bea keluar minyak kelapa sawit di Indonesia yang sebesar 9% dibandingkan Malaysia yang hanya 4,5%. "Kenapa ini bisa jauh lebih besar dari Malaysia. Pemerintah harus bsia menjawab ini agar kita bisa bersaing," ujarnya.

Menurut Erik, panja sawit dan karet akan menyelesaikan seluruh rangkaian kerja sampai akhir masa sidang ke-IV atau tepatnya pada pertengahan Juli 2013. Setelah itu panja sawit dan karet akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah pada masa sidang berikutnya..

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), Gamal Nasir, mengatakan, Kemtan sudah berupaya untuk memberikan kemudahan bagi petani dan mendorong hilirisasi. "Dalam revisi Permentan Nomor 26 Tahun 2007 akan dibatasi kepemilikan satu grup perusahaan sebesar 100.000 hektar(ha). Prinsipnya untuk menerapkan keadilan," ujarnya.

Menurut Gamal, para perusahaan besar juga wajib memberikan kebun rakyat atau plasma sebesar 20% dari total kepemilikan lahan. Nantinya, setiap perusahaan berdampingan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) mencari kebun rakyat di luar lahan Hak Guna Usaha (HGU).

Gamal melanjutkan, bahwa Kemtan juga menyetujui menerapkan kebijakan pengembalian dana bea keluar kepada petani. "Kami sudah surati Menteri Keuangan pada 27 Agustus 2012 lalu tetapi di tolak," ujarnya.

Menurut Gamal, dasar penolakannya adalah penerimaan bea keluar sawit dan karet tidak stabil serta beragamnya lokasi pungutan. Padahal pengembalian dana bea keluar untuk membantu para petani khususnya kelapa sawit.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat, sampai 31 Mei 2013 penerimaan bea keluar untuk CPO adalah sebesar  Rp 3,19 triliun dari total penerimaan bea keluar sebesar Rp 5,9 triliun. Total penerimaan bea keluar pada akhir Mei 2013 turun 37% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.

Sampai akhir tahun 2013 target penerimaan bea keluar negara adalah sebesar Rp 17,6 triliun turun dari target sebelumnya sebesar Rp 31,7 triliun. Dari total target penerimaan bea keluar di akhir tahun ini, porsi produk CPO adalah sebesar 92% atau setara Rp 11,1 triliun.

Rendahnya penerimaan bea keluar didorong menurunnya tarif bea keluar cpo menjadi 9%. Padahal dalam APBN 2013 bea keluar ditargetkans ebesar 15%. Menurunnya tarif bea keluar didorong jatuhnya harga CPO di pasar internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan