DPR desak pemerintah perjelas perjanjian penempatan TKI dengan negara tujuan



JAKARTA. DPR meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperjelas perjanjian penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan negara tujuan selama ini. Desakan ini sebagai respon atas hasil pemeriksaan kinerja penempatan TKI yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester dua tahun lalu.Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz menjelaskan, selama ini status perjanjian ketenagakerjaan selama ini bermacam-macam. Dia mencontohkan, status perjanjian itu ada yang baru sebatas tahap komunikasi, letter of intent, memorandum of understanding hingga ratifikasi. "Status perjanjian harus semuanya ratifikasi sehingga bisa menjadi undang-undang," ujarnya saat rapat kerja dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Rabu (6/4).Dengan menjadi undang-undang, Irgan bilang ada jaminan bagi TKI untuk mendapat perlindungan di negara tempat mereka bekerja. Menurutnya, perlindungan TKI ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Tenaga Kerja bahwa TKI.Pada rapat paripurna Selasa (5/4) lalu, BPK menyatakan, pemerintah belum sepenuhnya melakukan pemetaan kondisi dan dasar hukum ketenagakerjaan negara tujuan penempatan TKI. Kondisi tersebut terbukti dari penyiapan perekrutan dan penempatan TKI yang ternyata sebagian dilakukan untuk negara tujuan penempatan yang tidak memiliki MoU dan perundang-undangan yang menjamin perlindungan tenaga kerja.Karena itu BPK merekomendasikan pemerintah menghentikan sementara pengiriman TKI ke negara-negara yang belum memiliki peraturan perundangan-undangan yang menjamin perlindungan TKI dan atau perjanjian perlindungan TKI dengan Indonesia.Menyikapi hal itu, Muhaimin menegaskan tidak akan melakukan moratorium pengiriman TKI baik ke negara yang sudah memiliki perjanjian ketenagakerjaan ataupun yang belum. Menurutnya, pemerintah hanya melakukan pengetatan pengiriman TKI termasuk ke Arab Saudi. "Kamia memiliki pikiran yang sama tentang penghentian atau moratorium itu, tetapi pada tingkat operasionalisasi membutuhkan tahapan-tahapan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can