DPR: Dorongan BPK ke lembaga terperiksa lemah



JAKARTA. Wakil Ketua DPR Harry Azhar Azis, mengakui, rendahnya tindaklanjut dari rekomendasi yang dihasilkan dari Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). Namun, ia menganggap kondisi ini memang disebabkan lemahnya dorongan dari BPK selama ini. Ketika dijumpai Kontan seusai Fit and Proper Test calon Anggota BPK yang berlangsung di Komisi XI, Gedung DPR, Rabu, (19/6), Harry mengatakan rendahnya tindak lanjut dari rekomendasi yang dikeluarkan BPK sudah lama menjadi perhatian DPR.

Persoalan ini terasa mengherankan, mengingat BPK sebetulnya sudah memiliki landasan hukum yang cukup kuat dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hary mengungkapkan, dalam Undang-Undang (UU ) Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sebetulnya sudah ada kekuatan bagi BPK untuk menerima tindaklanjut rekomendasi dari terperiksa.

Ketentuan itu terdapat dalam pasal 23 UU 15 tahun 2004 yang menyatakan bahwa lembaga terperiksa, entah itu menteri atau pimpinan lembaga atau Kepala Daerah, harus sudah menindaklanjuti rekomendasi BPK paling lambat 60 hari.


Jika tidak dilakukan, maka sesuai pasal 24 UU tersebut, pejabat lembaga terperiksa yang bersangkutan akan dijatuhi hukuman pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda sebesar Rp 500.000.000.

Masalahnya, selama ini, dorongan BPK kepada berbagai lembaga terperiksa sangat lemah. Akibatnya, instrumen hukum yang sudah tersedia saat ini menjadi tidak efektif. "Entah ini karena lemahnya kemampuan BPK atau memang sengaja diciptakan karena ada 'permainan', saya tidak tahu," imbuh Harry. Kedepan, Harry menyarankan, agar ada satu anggota BPK yang secara khusus bertugas untuk terus memantau dan secara berkelanjutan mendorong lembaga terperiksa segera menindaklanjuti rekomendasi BPK. "Kalau masih tidak jalan juga, BPK tak perlu ragu membawa persoalan itu ke proses hukum," ujar Harry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan