DPR ikut menentukan nasib bank asing



JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasuki babak akhir.  Dalam tahap itu,  Panitia Kerja (Panja) RUU Perbankan DPR sepakat membatasi kepemilikan asing di perbankan nasional maksimal hanya 40%. Yang mengejutkan: ketentuan ini akan berlaku surut.

"Kesepakatan asas restroaktif ini diambil dalam rapat  pembahasan alias konsinyering RUU Perbankan 21 Agustus lalu," tandas Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Aziz.

Meski begitu, kata Harry, tetap ada pengecualian bagi investor asing yang sudah terlanjur memiliki saham lebih 40% di bank lokal dan masih ingin tetap menggenggam saham yang dimilikinya. 


Pertama, bank yang dikendalikan asing harus memiliki rapor keuangan yang sehat. Kedua, bank tersebut memiliki rekam jejak, baik dalam mengelola bank yang mengacu kepada prinsip good corporate governance (GCG). Terakhir, bank milik asing tersebut terbukti memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian Indonesia. 

Menariknya, jika sudah memenuhi tiga syarat ini,  tak otomatis investor asing itu terhindar dari beleid pembatasan tersebut. "Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus meminta izin ke DPR apakah kepemilikan lebih dari 40% tetap boleh dilanjutkan atau tidak bagi bank bersangkutan,” kata Harry kepada KONTAN, kemarin.

Ini artinya, DPR bakal punya andil menentukan nasib investor asing di perbankan nasional. Andai bank milik asing itu dianggap tak mampu memenuhi ketiga syarat tersebut, permohonan asing tetap mengendalikan saham lebih dari 40% bisa ditolak DPR. 

Ujungnya, DPR akan mewajibkan asing melakukan penjualan saham (divestasi) sebagian sahamnya. RUU Perbankan memberikan kesempatan atau masa transisi divestasi paling lambat 10 tahun sejak RUU Perbankan berlaku.  

Dengan disepakatinya poin krusial tentang kepemilikan asing di bank lokal, RUU Perbankan ini 100% rampung. Selanjutnya, seluruh poin RUU Perbankan akan disahkan di Rapat Pleno Komisi XI DPR.  Rencananya, pekan ini, Komisi XI akan meminta Badan Musyawarah DPR untuk mengagendakan Sidang Paripurna untuk mengesahkan RUU Perbankan. 

Head of Group Comunication and CSR HSBC Indonesia Maya Rizano masih enggan menanggapi RUU Perbankan ini. "Selama belum keluar secara resmi, bagi kami ini masih berupa wacana,” ujar Maya.

Poin Penting RUU Perbankan  Menyangkut Asing/Investor Asing Pasal 18 Bank yang berkantor pusat di luar negeri (KCBA) yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus berbadan hukum Perseroan Terbatas. Pasal 24 Bank Umum dapat didirikan dan dimiliki oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan. Pasal 30 1   Batas kepemilikan saham bank umum bagi warga negara asing dan atau badan hukum asing paling banyak 40%. 2   OJK dapat mengubah batas kepemilikan saham Bank Umum bagi warga negara asing dan/atau badan hukum asing dengan memperhatikan antara lain rekam jejak, tata kelola yang baik, kecukupan modal, dan kontribusi terhadap perekonomian nasional atas persetujuan DPR. 3   Ketentuan mengenai tata cara pelepasan saham untuk memenuhi ayat (1) diatur dengan peraturan OJK. Pasal 67  Direksi wajib melaporkan penggunaan tenaga kerja asing kepada OJK dan penggunaaan tenaga kerja asing bersifat sementara dan terbatas pada jabatan tertentu. Pasal 114  KCBA yang saat ini sudah ada harus menyesuaikan dengan undang-undang (UU) ini paling lama 5 tahun terhitung sejak UU berlaku. Pasal 116 Pada saat UU ini mulai berlaku, warga negara asing atau badan hukum asing yang memiliki saham bank umum lebih dari 40% harus menyesuaikan pembatasan kepemilikan saham sesuai dengan UU atau berlaku surut. Masa transisi paling lama 10 tahun.  Sumber : Wawancara, draf RUU Perbankan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia