JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat jengah terus disudutkan publik lantaran dianggap ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi lewat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).DPR bersikukuh tudingan itu salah alamat. Dalihnya, pembahasan kedua RUU dilakukan berdasarkan usul dari pemerintah. Kedua RUU tersebut ada dalam program legislasi nasional sejak awal masa sidang DPR. Prolegnas telah menentukan RUU inisiatif DPR dan usul Pemerintah."Nah, RUU KUHAP itu dari pemerintah. Pemerintah yang godok, katanya sudah melibatkan semua unsur, termasuk KPK. Kalau ada kekhawatiran melemahkan KPK, ya tanya ke pemerintah," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Al Muzzamil Yusuf, di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (24/2/2014) malam.Selain itu, kata Muzzamil, desakan yang meminta pembahasan kedua RUU itu dihentikan juga tak tepat jika dialamatkan ke DPR. Menurut dia, permintaan penghentian pembahasan seharusnya dilayangkan ke pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM sebagai pengusul."Kalau perlu masukan, ajukan saja. RUU ini bukan hanya soal korupsi, ada soal HAM dan lain-lain," imbuh Muzzamil. Dia pun mengingatkan sisa waktu untuk pembahasan legislasi sudah sangat sempit.Dengan sisa waktu yang sempit ini, Muzzamil berkeyakinan pembahasan kedua RUU itu dapat dituntaskan. Karena pada periode sebelumnya, Komisi III DPR juga pernah menyelesaikan lima UU pada saat-saat menjelang akhir periode.Di antara UU yang dirampungkan menjelang akhir masa sidang DPR pada periode lalu adalah UU Kekuasaan Kehakiman, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Peradilan Tata Usaha Negara. "Jadi jalankan saja pembahasannya, KUHAP sangat perlu diubah. Kami ingin penguatan semua, KPK, Polri, dan Kejaksaan," tegas Muzzamil.Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie menilai KPK egois jika terus meminta penghentian pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Menurut dia kedua RUU itu menyangkut aspek yang sangat luas bagi perbaikan hukum di Indonesia, dan tidak sebatas pada aturan pemberantasan korupsi.Marzuki berpandangan, kekhawatiran terhadap RUU KUHP dan KUHAP yang akan memangkas kewenangan KPK adalah keliru. Ia menjamin pembahasan RUU ini di DPR justru mendukung agar fungsi KPK diperkuat. Jika tak puas, Marzuki mempersilakan KPK untuk terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. Pernyataan dari DPR itu untuk menanggapi suara dari pimpinan KPK yang meminta pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dihentikan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menganggap para koruptor akan bersukacita jika pembahasan kedua RUU tersebut berlanjut.Menurut Bambang, pembahasan kedua RUU sebaiknya tak bersifat elitis dan eksklusif. KPK, lanjut dia, berharap lembaga penegak hukum lain dan lembaga terkait, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kompolnas, serta Komisi Kejaksaan juga dilibatkan secara substansial.Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menegaskan, tidak ada maksud pemerintah dan tim penyusun RUU KUHP-KUHAP untuk memangkas kewenangan KPK melalui revisi dua undang-undang tersebut. Menyusul polemik ini, pemerintah berencana bertemu dengan KPK untuk membahas masalah pembahasan kedua RUU KUHP dan RUU KUHAP. (Indra Akuntono)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR jengah terus dituding ingin lemahkan KPK
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat jengah terus disudutkan publik lantaran dianggap ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi lewat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).DPR bersikukuh tudingan itu salah alamat. Dalihnya, pembahasan kedua RUU dilakukan berdasarkan usul dari pemerintah. Kedua RUU tersebut ada dalam program legislasi nasional sejak awal masa sidang DPR. Prolegnas telah menentukan RUU inisiatif DPR dan usul Pemerintah."Nah, RUU KUHAP itu dari pemerintah. Pemerintah yang godok, katanya sudah melibatkan semua unsur, termasuk KPK. Kalau ada kekhawatiran melemahkan KPK, ya tanya ke pemerintah," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Al Muzzamil Yusuf, di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (24/2/2014) malam.Selain itu, kata Muzzamil, desakan yang meminta pembahasan kedua RUU itu dihentikan juga tak tepat jika dialamatkan ke DPR. Menurut dia, permintaan penghentian pembahasan seharusnya dilayangkan ke pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM sebagai pengusul."Kalau perlu masukan, ajukan saja. RUU ini bukan hanya soal korupsi, ada soal HAM dan lain-lain," imbuh Muzzamil. Dia pun mengingatkan sisa waktu untuk pembahasan legislasi sudah sangat sempit.Dengan sisa waktu yang sempit ini, Muzzamil berkeyakinan pembahasan kedua RUU itu dapat dituntaskan. Karena pada periode sebelumnya, Komisi III DPR juga pernah menyelesaikan lima UU pada saat-saat menjelang akhir periode.Di antara UU yang dirampungkan menjelang akhir masa sidang DPR pada periode lalu adalah UU Kekuasaan Kehakiman, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Peradilan Tata Usaha Negara. "Jadi jalankan saja pembahasannya, KUHAP sangat perlu diubah. Kami ingin penguatan semua, KPK, Polri, dan Kejaksaan," tegas Muzzamil.Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie menilai KPK egois jika terus meminta penghentian pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Menurut dia kedua RUU itu menyangkut aspek yang sangat luas bagi perbaikan hukum di Indonesia, dan tidak sebatas pada aturan pemberantasan korupsi.Marzuki berpandangan, kekhawatiran terhadap RUU KUHP dan KUHAP yang akan memangkas kewenangan KPK adalah keliru. Ia menjamin pembahasan RUU ini di DPR justru mendukung agar fungsi KPK diperkuat. Jika tak puas, Marzuki mempersilakan KPK untuk terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. Pernyataan dari DPR itu untuk menanggapi suara dari pimpinan KPK yang meminta pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dihentikan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menganggap para koruptor akan bersukacita jika pembahasan kedua RUU tersebut berlanjut.Menurut Bambang, pembahasan kedua RUU sebaiknya tak bersifat elitis dan eksklusif. KPK, lanjut dia, berharap lembaga penegak hukum lain dan lembaga terkait, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kompolnas, serta Komisi Kejaksaan juga dilibatkan secara substansial.Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menegaskan, tidak ada maksud pemerintah dan tim penyusun RUU KUHP-KUHAP untuk memangkas kewenangan KPK melalui revisi dua undang-undang tersebut. Menyusul polemik ini, pemerintah berencana bertemu dengan KPK untuk membahas masalah pembahasan kedua RUU KUHP dan RUU KUHAP. (Indra Akuntono)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News