DPR kejar revisi UU KUP rampung tahun ini



JAKARTA. Pemerintah tengah menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengikuti Automatic Exchange of Information (AEoI), yang menabrak beberapa undang-undang. Tapi DPR tetap menargetkan penyelesaian revisi Undang-undang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tahun ini, salah satu UU yang ditabrak tersebut. 

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan, pembahasan revisi UU KUP sudah masuk program prioritas. Namun, DPR ingin membahas secara mendalam dan komrehensif.

Menurut Misbakhun, saat ini DPR telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi undang-undang tersebut. Namun, pembahasannya sendiri belum banyak mengalami kemajuan.


“Harapan saya 2017 ini bisa dituntaskan. Ada slotnya,” kata dia kepada KONTAN beberapa waktu lalu.

Pemerintah saat ini tengah menggodok Perppu untuk mewujudkan AEoI atau pertukaran data pajak internasional. Targetnya, Indonesia sudah bisa ikut program ini pada tahun 2018. 

Perppu tersebut akan menggantikan pasal-pasal di beberapa UU, salah satunya UU KUP. Undang-undang lainnya yang terimbas adalah UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, dan UU Pasar Modal. 

Hukuman bagi petugas pajak

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, DPR telah ketinggalan gerbong dalam kebijakan keterbukaan data perbankan untuk pajak karena tak kunjung membahas RUU KUP. Dengan begitu Indonesia bisa dinilai anti-reformasi dan pro-secrecy. Oleh karena itu, menurutnya akan bagus apabila Perppu ini selesai secepatnya.

“Karena ternyata AEoI akan serius diterapkan, dan DPR tidak bisa bisa menjamin UU KUP selesai tepat waktu,” katanya.

Terkait UU KUP, menurutnya, perlu dibahas mengenai hukuman internal bagi petugas pajak yang sembarangan menetapkan pajak. Pasalnya, hal ini banyak dialami oleh Wajib Pajak (WP).

Contohnya pada permasalahan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Enam yang menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang tidak benar.

Hal ini terkait dengan kasus dugaan suap PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) yang menyeret Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum DJP Handang Soekarno (HS).

Menurut sumber KONTAN, selama ini di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak ada hukuman internal bagi petugas pajak yang sembarangan menetapkan pajak. Misalnya, menggali potensi secara membabi buta, tanpa mengindahkan prosedur yang sudah diatur.

“Masalahnya, tidak ada hukuman internal bagi petugas pajak yang sembarangan menetapkan pajak, yang banyak membuat WP jadi stres. ini banyak dialami oleh WP. Contohnya penerbitan STP oleh PMA Enam,” ujarnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia