DPR kritisi asumsi pertumbuhan dan lifting minyak



JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2018 untuk dibahas lebih lanjut dalam rapat kerja (Raker) dengan komisi terkait. Namun demikian, DPR mengkritisi asumsi makro yang dipatok pemerintah. Sebagaimana diketahui, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 5,4%-6,1%, lebih tinggi dari tahun ini yang dipatok sebesar 5,1%. Sementara itu, tingkat inflasi pada rentang 3,5 ± 1%, lebih tinggi dari tahun ini yang sebesar 3% ± 1%. Nilai tukar rupiah, juga diperkirakan di kisaran Rp 13.500-Rp 13.800 per dolar Amerika Serikat (AS), lebih lemah dari kurs rupiah tahun ini yang sebesar Rp 13.300 per dollar AS. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan diperkirakan sebesar 4,8%-5,6% dan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Prices (ICP) diperkirakan US$ 45-US$ 60 per barel. Sementara itu, lifting minyak dan gas bumi mencapai 1.965-2.050 ribu barel per hari (bph). Angka itu terdiri dari lifting minyak bumi sekitar 771 ribu-815 ribu bph dan gas bumi sekitar 1.194-1.235 ribu barel setara minyak per hari. Asumsi lifting minyak tersebut lebih rendah dari tahun ini yang sebesar 815 bph. Fraksi Partai Golkar berpendapat pertumbuhan ekonomi tahun depan, khususnya batas atas, yang diperkirakan pemerintah merupakan angka yang sangat tinggi. Ekonomi global tahun ini diperkirakan membaik menjadi 3,5%, tetapi masih ada sejumlah risiko, seperti proteksionisme AS, perlambatan ekonomi China, hingga kenaikan utang beberapa negara. "Pemerintah perlu menjelaskan bagaimana (angka itu) bisa dicapai? Kami sarankan pemerintah fokus dorong perekonomian, dorong sektor pengolahan yang berkontribusi lebih dari 21% terhadap PDB, juga bernilai tambah dan multiplier effect khususnya penciptaan lapangan kerja," kata Anggota Fraksi Golkar M Sarmuji, Selasa (30/5). Anggota Fraksi Partai Gerindra Willgo Zainar mengatakan, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan harus berimplikasi logis terhadap kesejahteraan rakyat. Menurutnya, kemiskinan yang ditargetkan 9%-10%, gini ratio 0,38, dan pengangguran 5,3%-5,5% harus dapat diwujudkan di tahun 2018 mendatang. Pihaknya juga menyatakan, perkiraan lifting minyak tahun depan tidak menggambarkan optimisme pemerintah lantaran angkanya lebih rendah dari tahun ini. Gerindra juga menolak Penyertaan Modal Negara (PMN) BUMN karena membebani anggaran. Fraksi Partai Demokrat menilai pertumbuhan ekonomi tahun depan terlalu optimistis di tengah ekonomi global yang belum pulih. Sementara perkiraan lifting minyak yang menurun, akan mempengaruhi penerimaan negara. Fraksi Demokrat mendorong pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri. "Pemerintah harus mendukung pelaku migas nasional supaya bisa berkembang di negeri sendiri dan mendorong investasi dengan menemukan cadangan baru," kata Anggota Fraksi Demokrat Verna Gladis Merry. Sementara itu, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Cuncun Syamsurizal menyoroti rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang stagnan di sekitar 11%. Anggota Fraksi PAN Cucun Syamsurizal mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah untuk meningkatkan tax ratio mencapai 13% melalui peningkatan penerimaan pajak. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara sebelumnya mengatakan, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa dicapai dengan kondisi tertentu. Kondisi yang dimaksud, yaitu dengan memaksimalkan kebijakan moneter, fiskal, dan riil. "Fiskal lebih baik, moneter lebih baik, kebijakan struktural, the bottlenecking. Bisa tuh (pertumbuhan ekonomi) sampai 6,1%. Kalau kami penuhi kondisi ini bisa 6,1%, kalau kondisi ini 5,4%," kata Suahasil, Selasa (23/5) lalu. Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemkeu Ken Dwijugiasteadi mengatakan, target tax ratio 11% tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tahun depan. Menurutnya, untuk mencapai tax ratio 13%, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi. "Kalau mau cari pertumbuhan tax ratio ya itu narik pajaknya tidak sembarangan. Yang benar itu ya tax ratio 11% itu," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan