JAKARTA. Dua aturan hilirisasi mineral yakni PP Nomor 1/2014 dan Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 yang baru diterbitkan pemerintah tampaknya punya dampak yang cukup serius. Pasalnya, kedua aturan tersebut dinilai bertentangan dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Bambang Wuryanto, anggota Komisi VII DPR RI mengatakan, pihaknya akan segera mengusulkan rapat komisi untuk menyikapi dua aturan pelaksanaan menyoal kegiatan hilirisasi mineral. "Pemerintah mengakal-akali bunyi UU Minerba lewat PP dan Permen ESDM," kata dia kepada KONTAN via telepon, Selasa (14/1). Menurut dia, dalam Pasal 103 UU Minerba dikatakan secara tegas bahwa izin usaha pertambangan (IUP) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sedangkan di Pasal 170 disebutkan kontrak karya (KK) juga wajib melakukan pemurnian di dalam negeri paling lambat lima tahun sejak UU Minerba terbit, atawa tepatnya 12 Januari 2014. Implementasi instruksi dari UU tersebut sejatinya sudah dituangkan dalam PP Nomor 23/2010 Pasal 112 Angka 8 Huruf C. Namun sayangnya, dalam PP Nomor 1/2014, klausul kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri mulai 12 Januari 2014 justru dihapuskan. Bahkan, dalam PP Nomor 1/2014 Pasal 112C Ayat 3 malah disebutkan bahwa KK yang telah melakukan kegiatan pemurnian masih dapat diperkenankan untuk mengekspor hasil kegiatan pertambangannya dalam jumlah tertentu. "Ini menandakan pemerintah kalah kuat dari lobi perusahaan tambang besar," kata Bambang. Asal tahu saja, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara telah memurnikan sekitar 30% konsentrat di PT Smelting Gresik. Dengan merujuk Pasal 112C, kedua perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat tersebut tentunya masih akan diperkenankan ekspor mineral tanpa pemurnian pasca 12 Januari.
DPR menilai aturan soal mineral langgar UU Minerba
JAKARTA. Dua aturan hilirisasi mineral yakni PP Nomor 1/2014 dan Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 yang baru diterbitkan pemerintah tampaknya punya dampak yang cukup serius. Pasalnya, kedua aturan tersebut dinilai bertentangan dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Bambang Wuryanto, anggota Komisi VII DPR RI mengatakan, pihaknya akan segera mengusulkan rapat komisi untuk menyikapi dua aturan pelaksanaan menyoal kegiatan hilirisasi mineral. "Pemerintah mengakal-akali bunyi UU Minerba lewat PP dan Permen ESDM," kata dia kepada KONTAN via telepon, Selasa (14/1). Menurut dia, dalam Pasal 103 UU Minerba dikatakan secara tegas bahwa izin usaha pertambangan (IUP) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sedangkan di Pasal 170 disebutkan kontrak karya (KK) juga wajib melakukan pemurnian di dalam negeri paling lambat lima tahun sejak UU Minerba terbit, atawa tepatnya 12 Januari 2014. Implementasi instruksi dari UU tersebut sejatinya sudah dituangkan dalam PP Nomor 23/2010 Pasal 112 Angka 8 Huruf C. Namun sayangnya, dalam PP Nomor 1/2014, klausul kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri mulai 12 Januari 2014 justru dihapuskan. Bahkan, dalam PP Nomor 1/2014 Pasal 112C Ayat 3 malah disebutkan bahwa KK yang telah melakukan kegiatan pemurnian masih dapat diperkenankan untuk mengekspor hasil kegiatan pertambangannya dalam jumlah tertentu. "Ini menandakan pemerintah kalah kuat dari lobi perusahaan tambang besar," kata Bambang. Asal tahu saja, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara telah memurnikan sekitar 30% konsentrat di PT Smelting Gresik. Dengan merujuk Pasal 112C, kedua perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat tersebut tentunya masih akan diperkenankan ekspor mineral tanpa pemurnian pasca 12 Januari.