JAKARTA. Rencana pemerintah mengubah skema pemberian beras untuk keluarga miskin (Raskin) dengan e-money mendapat penolakan dari para legislator di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). I Made Urip, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, menuturkan, bila penyaluran raskin dihapus, stabilitas harga beras di tingkat petani bisa terganggu. Pasalnya, selama ini, Bulog berperan sebagai perusahaan negara penyerap beras produksi petani dengan harga pembelian yang dipatok pemerintah. Saat ini, harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap gabah petani berada di kisaran Rp 3.640 per kilogram. Dengan patokan HPP itu, petani akan mendapatkan jaminan bila harga gabah anjlok.
Selain untuk komersial, beras petani yang diserap Bulog juga untuk kebutuhan raskin. Saat ini, stok beras di Bulog mencapai 1,6 juta ton. Dengan stok sebanyak itu, Bulog siap menyalurkan raskin. Nah, bila tidak ada jaminan pembelian beras, harga gabah petani akan anjlok. Apalagi, hak rakyat untuk mendapatkan harga pangan yang murah, aman serta tersedia dengan baik, sudah menjadi tugas negara. "Kalau pasokan pangan terganggu, maka keamanan negara terganggu. Itu fungsi Bulog," kata Urip, pekan lalu. Wakil ketua Komisi IV DPR, Herman Khoiron menambahkan, bila raskin diubah menjadi uang atau dalam bentuk e-money, program itu sama saja dengan bantuan pendanaan lainnya yang diberikan pemerintah. "Jadi, e-money boleh diberikan, asalkan raskin tetap disalurkan," kata Herman.