DPR merasa sulit membebankan biaya Pilkada ke APBN



JAKARTA. Ketua Panja RUU Pilkada DPR RI Abdul Hakam Naja menyebut bahwa sebagian besar Fraksi setuju jika biaya penyelenggaraan Pilkada tetap dibebankan pada APBD. Sebab Kementerian Keuangan sangat khawatir akan muncul kemarahan besar dari berbagai daerah karena Dana Transfer ke Daerah dikurangi. Ketika ditemui Kontan seusai Rapat Panja RUU Pilkada dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Selasa, (4/6), Abdul Hakam menegaskan bahwa komponen dana penyelenggaraan Pilkada selama ini memang diserahkan secara gelondongan kepada pemerintah daerah beserta sejumlah dana untuk alokasi lain. Dana itu diserahkan dalam bentuk Dana Transfer ke Daerah. Hakam menjelaskan bahwa DPR sebetulnya sudah mendapatkan penjelasan apa risiko jika dana tersebut ditarik kembali oleh Pemerintah Pusat untuk dimasukkan ke dalam APBN. "Kalau Dana Transfer ke Daerah dikurangi, mereka khawatir daerah akan marah dan terjadi gejolak," kata pria yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI tersebut. Ia menambahkan, masalah yang paling penting untuk dijadikan perhatian dalam biaya penyelenggaraan Pilkada adalah standar pengeluaran untuk setiap komponen biaya. Hal ini, menurutnya penting untuk mencegah terulangnya kasus mantan Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji yang menjadi tersangka karena korupsi dana pengamanan Pilkada Gubernur Jawa Barat tahun 2008. "Karena memang untuk pengamanan Pilkada saja bisa mencapai ratusan miliar. Ini yang harus kita bikin standarnya," kata Hakam. Sebagaimana diketahui, beban biaya penyelenggaraan pilkada yang dibebankan pada APBD mendapat kritik keras dari Ketua DPD RI Irman Gusman. Menurutnya, biaya penyelenggaraan Pilkada amat besar, mencapai Rp 200 miliar sampai Rp 300 miliar. Jumlah sebesar itu dirasa dapat mengganggu program pembangunan pemerintah daerah. Jalan keluarnya, Irman menyarankan agar biaya dibebankan pada APBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.