DPR Minta BPK Lanjutkan Lagi Sejumlah Audit tentang Energi



JAKARTA. Untuk kedua kali, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) datang memenuhi undangan Panitia Khusus (Pansus) Kebijakan Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kali ini, BPK datang dengan membawa data lengkap tentang energi. Salah satu data BPK yang membetot perhatian anggota dewan adalah laporan rekapitulasi temuan pemeriksaan BPK yang berpengaruh terhadap perhitungan bagi hasil antara kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dengan pemerintah pada tahun buku 2004 dan 2005.

Di situ terdapat dana bagi hasil yang belum disetujui mencapai US$ 1,79 miliar. Adapun total perhitungan bagi hasil yang sudah disepakati pemerintah sebesar US$ 16,06 miliar.


Auditor Utama BPK Widodo Mumpuni mengatakan dana bagi hasil yang belum disetujui itu seharusnya tidak boleh dibagikan. "Kalau pun sudah dibagikan, dana itu bisa dipotongkan pada bagi hasil tahun ini," kata Widodo, Rabu (2/9).

Pada tahun buku 2004 dan semester pertama 2005 ada pencairan dana bagi hasil yang belum disetujui milik lima KKKS. Kelima KKKS itu adalah PT Chevron Pasific Indonesia, Conoco Philips Grissik, Petrochina International Jabung Limited, Medco E&P Indonesia-Rimau Block, dan BOB PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu. BPK menemukan dana bagi hasil yang cair tanpa persetujuan iniĀ  sebesar US$ 1,13 miliar.

Sedangkan pada tahun buku 2005, BPK menemukan nilai bagi hasil yang belum disetujui tapi sudah cair, mencapai US$ 652,40 miliar. Angka ini berasal dari delapan KKKS. Mereka adalah Total Indonesia Balikpapan, Chevron Makassar Limited & Chevron Indonesia Company, VICO Indonesia, China National Offshore Oil Company SES Ltd, Exxon Mobil Oil Indonesia, Conoco Philips Natuna, British Petroleum West Java, dan Premier Oil Natuna Sea.

Sebagai tindak lanjut atas temuan BPK, anggota Pansus BBM Drajad H.Wibowo mengatakan Pansus BBM perlu menyurati panitia anggaran DPR agar memanggil dan meminta penjelasan dari berbagai pihak terkait. Ini terkait dengan penggunaan uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kalau perlu, BPK melakukan pengecekan ulang atas hal tersebut," kata Drajat.

Widodo mengatakan BPK pernah meminta penjelasan masalah ini kepada pemerintah. "Tapi saya lupa detilnya karena itu sudah lama," kata Widodo. Saat ini, BPK sedang merumuskan laporan hasil rekapitulasi pemeriksaan BPK yang berpengaruh terhadap perhitungan bagi hasil tahun buku 2006 dan 2007.

Sementara itu menurut anggota Pansus BBM Rama Pratama, masalah pengelolaan energi ini terlalu banyak karena pengawasan kebijakan energi yang masih lemah. Dia mengusulkan ada audit terhadap kebijakan energi nasional dan pajak atas minyak dan gas. "Segala hal soal energi itu sumbu utamanya dua hal itu," kata Rama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test