JAKARTA. DPR meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun. Desakan ini terkait pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan yang akan mulai diberlakukan 1 Juli mendatang. Dede Yusuf, Ketua Komisi IX DPR mengatakan, waktu bagi pemerintah untuk menyelesaikan PP tersebut tinggal beberapa hari lagi. "Waktu sudah mepet, kami minta pemerintah cepat, jangan sampai masalah BPJS Kesehatan dulu, di mana program akhirnya bermasalah karena aturan main belum ada berulang lagi di BPJS Ketenagakerjaan," kata Dede dalam Rapat Kerja dengan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta Senin (25/5). Sementara itu Amelia Aggraini, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Nasdem meminta kepada DPR untuk tidak hanya secara lisan mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan RPP Jaminan Pensiun. Dia mendesak kepada pimpinan DPR agar segera mengeluarkan sikap politik dan rekomendasi DPR terhadap pembahasan RPP tersebut. Sikap politik tersebut kata Amelia, harus memuat beberapa hal. Pertama, putusan iuran jaminan pensiun yang memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja dan keluarga saat pensiun. Kedua, putusan iuran jaminan pensiun harus sedapat mungkin mempertimbangkan daya beli pekerja agar konsumsi mereka tetap terjaga. Ketiga, keputusan dana pensiun harus mencerminkan kehadiran negara untuk masa depan pekerja di hari pensiun. Selain itu, Amelia juga minta agar, DPR merekomendasikan besaran iuran 8% dalam RPP Jaminan Pensiun, dengan besaran iuran 5% ditanggung perusahaan dan 3% ditanggung pekerja, bisa segera diketok. "Angka tersebut sudah ideal, kami minta segera diselesaikan," kata Amel. Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun satu bulan menjelang pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan buntu. Hal tersebut dipicu oleh perdebatan mengenai besaran iuran pensiun. Pihak BPJS Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan kebudayaan ingin agar iuran pensiun 8% dengan besaran 5% ditanggung perusahaan dan 3% ditanggung pekerja. Pihak pengusaha ingin agar besaran iuran pensiun hanya mencapai 1,5%. Sementara itu, Kementerian Keuangan minta agar besaran iuran pensiun 3% saja. Atas kebuntuan yang terjadi dalam Rapat Koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Jaminan Pensiun beberapa waktu lalu memutuskan untuk menyerahkan keputusan mengenai besaran iuran pensiun kepada Presiden Jokowi Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR minta Jokowi rampungkan PP Pensiun
JAKARTA. DPR meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun. Desakan ini terkait pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan yang akan mulai diberlakukan 1 Juli mendatang. Dede Yusuf, Ketua Komisi IX DPR mengatakan, waktu bagi pemerintah untuk menyelesaikan PP tersebut tinggal beberapa hari lagi. "Waktu sudah mepet, kami minta pemerintah cepat, jangan sampai masalah BPJS Kesehatan dulu, di mana program akhirnya bermasalah karena aturan main belum ada berulang lagi di BPJS Ketenagakerjaan," kata Dede dalam Rapat Kerja dengan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta Senin (25/5). Sementara itu Amelia Aggraini, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Nasdem meminta kepada DPR untuk tidak hanya secara lisan mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan RPP Jaminan Pensiun. Dia mendesak kepada pimpinan DPR agar segera mengeluarkan sikap politik dan rekomendasi DPR terhadap pembahasan RPP tersebut. Sikap politik tersebut kata Amelia, harus memuat beberapa hal. Pertama, putusan iuran jaminan pensiun yang memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja dan keluarga saat pensiun. Kedua, putusan iuran jaminan pensiun harus sedapat mungkin mempertimbangkan daya beli pekerja agar konsumsi mereka tetap terjaga. Ketiga, keputusan dana pensiun harus mencerminkan kehadiran negara untuk masa depan pekerja di hari pensiun. Selain itu, Amelia juga minta agar, DPR merekomendasikan besaran iuran 8% dalam RPP Jaminan Pensiun, dengan besaran iuran 5% ditanggung perusahaan dan 3% ditanggung pekerja, bisa segera diketok. "Angka tersebut sudah ideal, kami minta segera diselesaikan," kata Amel. Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun satu bulan menjelang pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan buntu. Hal tersebut dipicu oleh perdebatan mengenai besaran iuran pensiun. Pihak BPJS Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan kebudayaan ingin agar iuran pensiun 8% dengan besaran 5% ditanggung perusahaan dan 3% ditanggung pekerja. Pihak pengusaha ingin agar besaran iuran pensiun hanya mencapai 1,5%. Sementara itu, Kementerian Keuangan minta agar besaran iuran pensiun 3% saja. Atas kebuntuan yang terjadi dalam Rapat Koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Jaminan Pensiun beberapa waktu lalu memutuskan untuk menyerahkan keputusan mengenai besaran iuran pensiun kepada Presiden Jokowi Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News