DPR minta kenaikan cukai rokok dikaji ulang



JAKARTA. Rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok sebesar 10% pada tahun 2015 menuai kritikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Anggota DPR 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo menilai, kebijakan penaikan cukai harus memperhatikan banyak hal. Tidak hanya semata menggenjot pendapatan negara namun juga harus memperhatikan juga kondisi dunia bisnis.

Menurutnya, pemerintah harus memberi kemudahan pada sektor swasta, baik berupa regulasi hingga insentif, bukan mengeluarkan aturan yang memberatkan.  


"Sebelum mengeluarkan kebijakan cukai jangan main-main, dihitung benar. Karena jika berdampak buruk, ekonomi akan terganggu. Jangan emosi dalam ambil kebijakan, lakukan kajian komprehensif," ujar Firman dalam keterangannya, Jumat (10/10).

Ia menambahkan, semua aspek dalam menaikkan cukai rokok harus dipertimbangkan secara matang. Karena ada indikasi regulasi kenaikkan cukai itu untuk mematikan industri rokok kretek sebagai akibat dari  keinginan negara produsen rokok putih untuk mendominasi pasar rokok di Tanah Air. “Pasar Indonesia ini sangat besar,” ujarnya.

Ia mengingatkan, tembakau di Indonesia sangat terkenal dan pernah jadi raja di dunia dengan menjadi bahan baku cerutu. Kini, kondisinya berbeda, karena selalu dikait-kaitkan dengan  isu kesehatan, bahkan oleh pemerintah sendiri.  

Sementara itu, Koordinator Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK), Zulvan Kurniawan menilai, dengan kenaikan cukai, dipastikan produsen rokok kretek yang sebagaian besar berskala bisnis menengah dan kecil bakal gulung tikar. Padahal, mereka ini mampu menyerap tenaga kerja cukup besar.  

"Mari kita lihat faktanya, semenjak pemerintah menerapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau, sudah ada 3.000 parik rokok gulung tikar. Karena itu, kalau cukai naik lagi, pasti banyak yang kolaps," tegasnya.

Mengiringi kematian pabrikan kecil rokok itu, maka permintaan tembakau akan terus merosot. Penurunan ini jelas akan berimbas kepada pendapatan petani tembakau dan cengkeh di daerah. 

"Ini bakal sangat memberatkan, sebaiknya jangan dinaikan lagi, karena imbasnya akan sangat besar," kata Zulvan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan