DPR minta pemerintah dukung perdamaian Azerbaijan



JAKARTA. Anggota Komisi I DPR Muhammad Najib berharap agar sengketa antara Azerbaijan dan Armenia bisa diselesaikan secara damai. Oleh sebab itu, ia berharap Pemerintah Indonesia mendukung upaya penyelesaian berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 62/234 Tahun 2008. Dalam acara diskusi publik Konflik Azerbaijan-Armenia, yang berlangsung di Gedung DPR, Kamis (28/6), Najib menjelaskan, bahwa pada dasarnya pendirian sebuah negara adalah hak sebuah bangsa.

Namun, ia mengingatkan, bahwa proses tersebut tetap harus sesuai dan mematuhi hukum internasional, etika politik, dan kemanusiaan secara universal. "Pendirian sebuah negara harus berdasarkan civic nationalism, bukan chauvinisme yang didasarkan kesamaan etnis, bahkan mengancam etnis lain,"kata Najib. Politisi dari Fraksi PAN tersebut berharap Pemerintah Indonesia segera menyampaikan dukungan atas upaya penyelesaian sengketa Azerbaijan-Armenia secara damai. Caranya melalui Resolusi Majelis Umum PBB 62/234 tahun 2008 tentang "The Situation in The Occupied Territories of Azerbaijan".

Menurutnya, resolusi tersebut telah mendukung prinsip dan tujuan Piagam PBB serta mendukung prinsip penghormatan terhadap integritas wilayah dan batas wilayah Azerbaijan.


"Pada prinsipnya, kami mendukung proses penyelesaian Nagorno-Karabakh agar bisa diselesaikan secara damai, melalui forum internasional seperti Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) Minsk Group atau melalui konsultasi bilateral antara kedua negara,"pungkas Najib. Sebagaimana diketahui, konflik Azerbaijan dan Armenia bersumber dari perebutan wilayah Nagorno Karabakh (NK). Wilayah yang diapit Laut Hitam dan Laut Kaspia tersebut merupakan wilayah yang sangat strategis.

Sebab, NK merupakan jalur darat penghubung kawasan Timur Tengah dengan Eropa Timur. Wilayah NK juga dikenal kaya akan barang tambang, seperti minyak bumi. Menurut Najib, akar konflik Azerbaijan-Armenia sudah memiliki sejarah yang panjang. Akar konflik ini, menurutnya, bermula sejak wilayah NK berada dibawah Kekaisaran Rusia.

Kala itu, pemerintah melakukan perubahan komposisi penduduk secara besar-besaran. Orang-orang Armenia dipindahkan dari Persia ke NK. Dalam kurun 2 tahun, sekitar 120 ribu orang Armenia menetap di NK. Akibatnya warga Azeri (penduduk asli Azerbaijan) berubah menjadi minoritas. Kondisi inilah yang menurut Najib menjadi sumber konflik sejak tahun 1918 sampai hari ini. Hingga saat ini, terdapat 610.000 pengungsi NK, mayoritas etnis Azerbaijan yang terpaksa tinggal di kompleks pengungsian sementara perbatasan Armenia dan Azerbaijan. "Keberadaan pengungsi seperti anak haram yang ditolak siapapun, bahkan negara induknya sendiri," kata Najib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan