DPR: Pembayaran Non Tunai Jadi Langkah Pembatasan dan Pengawasan BBM Bersubsidi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto menyetujui, penggunaan pembayaran yang bersifat non tunai, dalam rangka pembatasan dan pengawasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Adapun pembayaran dapat memanfaatkan aplikasi MyPertamina. Penggunaan aplikasi tersebut, berkaca pada pengalaman dengan aplikasi Peduli Lindungi dalam penanganan Covid-19 memperlihatkan hasil yang positif.

Namun, Mulyanto menggarisbawahi, untuk penerapan sistem pembayaran ini dapat dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari daerah-daerah yang siap. Aplikasi MyPertamina sendiri, sampai saat ini telah diunduh oleh sebanyak 21 juta orang, sementara pelanggan Pertamina sebanyak 35 juta orang.


Secara umum, Ia sepakat dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, sebaiknya mencantumkan dengan jelas larangan penggunaan BBM bersubsidi oleh kendaraan mewah dan kendaraan dinas.

Baca Juga: Redam Inflasi, Sri Mulyani Minta Tambahan Anggaran Subsidi Rp 520 Triliun

"Perlu pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan mewah dan kendaraan dinas. Bila tidak, maka diperkirakan kuota BBM bersubsidi yang ada akan “jebol”, dan ini akan merugikan keuangan Pemerintah dan makin menguras anggaran negara," terang Mulyanto dalam keterangan tertulis, Rabu (1/6).

Pengaturan dengan jelas tersebut, perlu dilakukan agar kuota BBM bersubsidi tidak jebol dan penyaluran subsidi lebih tepat sasaran.

Menurut Mulyanto, dari data yang disampaikan Pertamina, terjadi peningkatan volume Pertalite sebesar 14%, setelah adanya kenaikan harga Pertamax per 01 April 2022. Pada saat yang sama, terjadi penurunan volume penjualan Pertamax sebesar 26%. Hal ini diduga karena terjadi migrasi pelanggan Pertamax menjadi pelanggan Pertalite.

Migrasi penggunaan juga disebabkan terjadinya recovery pertumbuhan ekonomi, yang meningkatkan mobilitas masyarakat dan kebutuhan BBM.

"Namun demikian, karena daya beli masyarakat yang belum pulih benar, dan disparitas harga BBM subsidi dan BBM non-subsidi yang cukup lebar, menyebabkan terjadi migrasi pengguna BBM non-subsidi menjadi pengguna BBM bersubsidi," imbuhnya.

Baca Juga: Para Ekonom Memperkirakan Tingkat Inflasi Mei 2022 Melandai

Mulyanto menerangkan, antisipasi Pemerintah yang didukung DPR RI untuk menaikkan kuota BBM bersubsidi baik Solar maupun Pertalite telah disepakati. Dimana kuota baru Pertalite menjadi sebesar 25,35 Juta KL atau naik 10% dari kuota awal. Namun kuota ini hanya akan cukup meng-cover kenaikan volume Pertalite yang sebesar 14%, apabila dilaksanakan pembatasan segmentasi Pertalite yang lebih ketat.

Sebagai informasi, DPR RI telah menyetujui tambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan LPG untuk tahun 2022 sebesar Rp 266,6 triliun. Tambahan anggaran ini diberikan kepada Pertamina, karena terjadi perubahan asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) dalam APBN 2022, dari sebelumnya sebesar US$ $63/barel menjadi US$ 100/barel. Dengan demikian total anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan LPG untuk tahun 2022 menjadi sebesar Rp 362,5 triliun.

Maka ditegaskan, apabila pembatasan pengguna BBM bersubsidi tidak dilakukan, dikhawatirkan kuota BBM bersubsidi yang ada akan dilampaui dan ini akan menambah berat beban keuangan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi