DPR: Pemerintah jangan lemah dengan Freeport



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII DPR menekankan kepada pemerintah khususnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan supaya tidak lemah berhadapan dengan perusahaan tambang Asal Amerika Serikat (AS). Khususnya berkenaan dengan divestasi saham 51%

Salah satunya, Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy bilang, bahwa valuasi saham divestasi 51% Freeport harus dihitung berdasarkan masa operasinya yang habis pada tahun 2021.

"Perhitungannya jangan sampai memasukan nilai cadangan. Harus sampai Kontrak Karya habis sampai 2021. Tidak bisa berasumsi dia dapat perpanjangan sampai 2041. Itu melanggar UU Minerba," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, di Gedung DPR, Senin (9/10).


Senada dengan Tjatur, anggota Komisi VII lainnya, Kurtubi, menjelaskan sebelum ditambang, cadangan mineral tidak boleh dimasukan dalam penghitungan nilai saham. Menurutnya, jika cadangan dihitung, maka bisa melanggar undang-undang.

"Cadangan itu dikuasai negara. Sebelum itu naik ke permukaan atau ditambang, itu tetap milik negara," tuturnya.

Asal tahu saja, dalam kerangka awal, Freeport setuju untuk mendivestasikan sahamnya hingga 51%. Hanya saja, teknis penghitungan sahamnya belum disepakati sampai saat ini. Pemerintah ingin penghitungannya sesuai masa operasi hingga 2021 tanpa memasukkan nilai cadangan. Namun Freeport ingin dihitung berdasarkan asumsi operasi hingga 2041 dengan memasukkan nilai cadangan.

Pengamat Hukum Sumber Daya (SDA) Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi Untar menyatakan perpanjangan negosiasi tidak boleh menjadi alasan perpanjangan ekspor konsentrat Freeport.

"Negosiasi tidak bisa menjadi alasan bagi Freeport untuk tidak memulai membangun smelter karena negosiasi yang saat ini terjadi mengkerucut hanya pada isu divestasi saham. Bahwa Freeport sepakat akan membangun smelter yang selesai pada 2022 menjadi isu negosiasi yang sudah final," urainya kepada KONTAN, Senin (9/10).

Die menekankan, bahwa proses negosiasi tidak menjadi alasan bagi Freeport untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban hukumnya sesuai ketentuan hukum nasional Indonesia yaitu PP 1/2017 dan Permen 28 Tahun 2017.

"Pemerintah harus tegas kepada Freeport dalam hal isu pembangunan smelter karena molornya pembangunan smelter sudah tidak dapat ditolerir," tandasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia