JAKARTA. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah mereview kembali kebijakan soal perluasan objek pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM). Terutama soal pemilihan barang objek pajak mana saja yang layak dikenakan PPnBM dan tambahan Pajak Penghasilan (PPh) buat penjual. "Setelah dibahas dengan komisi XI, kami setuju pemerintah mengejar target pajak yang tinggi. Namun, untuk pajak barang mewah, kami minta direview, mana saja yang pantas dianggap barang mewah," kata Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad, Rabu (28/1). Melihat sejumlah usul pemerintah soal barang konsumsi kena pajak barang mewah, Fadel mengaku dari beberapa item ada yang kurang pantas. "Yang kecil-kecil itu saya kira gak perlu, harus cermat dipilih. Perluasan PPnBM jangan sampai menyusahkan masyarakat lah," serunya. Selain menghabiskan banyak energi untuk mengawasi, kata Fadel, hasil yang diraih juga tak terlalu signifikan. Menurutnya, upaya pemerintah lebih baik difokuskan untuk mengejar pajak-pajak dari sektor usaha yang besar potensi pajaknya. "Lebih baik mengejar yang besar-besar itu, hasilnya lebih kelihatan. Jangan yang perintilan dikenakan PPnBM. Apalagi UKM, kami dari komisi XI menolak rencana pemajakan UKM," ujarnya. Anggota Komisi XI lainnya, Ecky Awal Muharram menambahkan, sebelum menjalankan, pemerintah harus melihat dan menghitung potensi perluasan PPnBM. Menurutnya, esensi dari pajak penjualan barang mewah, lebih kepada memenuhi unsur keadilan. Agar setiap orang yang mampu membeli barang mewah dapat secara langsung berkontribusi bagi negara dan rakyat yang tidak mampu. "Adapun jenis barangnya harus benar-benar selektif, jangan sampai merugikan produsen dalam negeri. Sedangkan untuk barang-barang mewah impor, sudah selayaknya dikenakan agar mengurangi sifat konsumtif atas barang luar negeri yang menggerus devisa," tuturnya. Untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, kata Ecky, pemerintah harus kreatif, proaktif dan berani. "Seharusnya fokus pada potensi pajak yang besar triliunan rupiah. Misalnya pajak dan bea keluar terkait batubara dan barang tambang, pencegahan transfer pricing, penghindaran dan penggelapan pajak," sarannya. Dalam rapat terakhir, komisi XI DPR RI menyetujui besaran usulan pemerintah tentang penerimaan perpajakan dalam RAPBNP TA 2015 sebesar Rp 1.484,6 triliun dari Rp 1244,7 triliun pajak non migas pajak, bea cukai Rp 188,9 triliun, serta PPh migas Rp 55,5 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR: Perluasan PPnBM jangan sampai menyusahkan
JAKARTA. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah mereview kembali kebijakan soal perluasan objek pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM). Terutama soal pemilihan barang objek pajak mana saja yang layak dikenakan PPnBM dan tambahan Pajak Penghasilan (PPh) buat penjual. "Setelah dibahas dengan komisi XI, kami setuju pemerintah mengejar target pajak yang tinggi. Namun, untuk pajak barang mewah, kami minta direview, mana saja yang pantas dianggap barang mewah," kata Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad, Rabu (28/1). Melihat sejumlah usul pemerintah soal barang konsumsi kena pajak barang mewah, Fadel mengaku dari beberapa item ada yang kurang pantas. "Yang kecil-kecil itu saya kira gak perlu, harus cermat dipilih. Perluasan PPnBM jangan sampai menyusahkan masyarakat lah," serunya. Selain menghabiskan banyak energi untuk mengawasi, kata Fadel, hasil yang diraih juga tak terlalu signifikan. Menurutnya, upaya pemerintah lebih baik difokuskan untuk mengejar pajak-pajak dari sektor usaha yang besar potensi pajaknya. "Lebih baik mengejar yang besar-besar itu, hasilnya lebih kelihatan. Jangan yang perintilan dikenakan PPnBM. Apalagi UKM, kami dari komisi XI menolak rencana pemajakan UKM," ujarnya. Anggota Komisi XI lainnya, Ecky Awal Muharram menambahkan, sebelum menjalankan, pemerintah harus melihat dan menghitung potensi perluasan PPnBM. Menurutnya, esensi dari pajak penjualan barang mewah, lebih kepada memenuhi unsur keadilan. Agar setiap orang yang mampu membeli barang mewah dapat secara langsung berkontribusi bagi negara dan rakyat yang tidak mampu. "Adapun jenis barangnya harus benar-benar selektif, jangan sampai merugikan produsen dalam negeri. Sedangkan untuk barang-barang mewah impor, sudah selayaknya dikenakan agar mengurangi sifat konsumtif atas barang luar negeri yang menggerus devisa," tuturnya. Untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, kata Ecky, pemerintah harus kreatif, proaktif dan berani. "Seharusnya fokus pada potensi pajak yang besar triliunan rupiah. Misalnya pajak dan bea keluar terkait batubara dan barang tambang, pencegahan transfer pricing, penghindaran dan penggelapan pajak," sarannya. Dalam rapat terakhir, komisi XI DPR RI menyetujui besaran usulan pemerintah tentang penerimaan perpajakan dalam RAPBNP TA 2015 sebesar Rp 1.484,6 triliun dari Rp 1244,7 triliun pajak non migas pajak, bea cukai Rp 188,9 triliun, serta PPh migas Rp 55,5 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News