JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mempertanyakan anggaran Bank Indonesia (BI). Mengutip hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2010, DPR menganggap, BI menyimpan potensi kerugian sebesar Rp 497 miliar. Angka ini muncul akibat perlakuan istimewa BI ke Bank Artha Graha dalam melunasi pinjaman subordinasi. BI memberikan pinjaman ke bank milik Tommy Winata itu saat krisis tahun 1997-1998. Anggota DPR Fraksi Partai Golongan Karya, Nurson Wahid mengatakan, perlakukan istimewa terhadap Artha Graha terjadi pada 2008 silam. Ketika itu, BI menyetujui usulan Artha Graha menurunkan bunga pinjaman mengambang dari 6% menjadi 3,25%. "Padahal waktu itu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 7%," katanya, di rapat anggaran dengan BI Senin, (30/1). Perubahan ini menyebabkan pendapatan bunga BI berkurang. Dari sini potensi kerugian itu muncul. Tudingan itu bukan tanpa dasar. Nusron mengatakan, yang mengajukan permohonan ke BI pada tahun 2008 itu bukan hanya Artha Graha. Bank Danamon dan Bank Mega juga menempuh cara serupa. Tetapi, hanya permohonan Artha Graha yang dikabulkan. Kebijakan ini mengakibatkan harga obligasi terdiskon hingga 25%.
DPR pertanyakan kerugian Bank Indonesia
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mempertanyakan anggaran Bank Indonesia (BI). Mengutip hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2010, DPR menganggap, BI menyimpan potensi kerugian sebesar Rp 497 miliar. Angka ini muncul akibat perlakuan istimewa BI ke Bank Artha Graha dalam melunasi pinjaman subordinasi. BI memberikan pinjaman ke bank milik Tommy Winata itu saat krisis tahun 1997-1998. Anggota DPR Fraksi Partai Golongan Karya, Nurson Wahid mengatakan, perlakukan istimewa terhadap Artha Graha terjadi pada 2008 silam. Ketika itu, BI menyetujui usulan Artha Graha menurunkan bunga pinjaman mengambang dari 6% menjadi 3,25%. "Padahal waktu itu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 7%," katanya, di rapat anggaran dengan BI Senin, (30/1). Perubahan ini menyebabkan pendapatan bunga BI berkurang. Dari sini potensi kerugian itu muncul. Tudingan itu bukan tanpa dasar. Nusron mengatakan, yang mengajukan permohonan ke BI pada tahun 2008 itu bukan hanya Artha Graha. Bank Danamon dan Bank Mega juga menempuh cara serupa. Tetapi, hanya permohonan Artha Graha yang dikabulkan. Kebijakan ini mengakibatkan harga obligasi terdiskon hingga 25%.