JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi anak emas pemerintah tahun ini. Selain pemerintah memangkas setoran dividen perusahaan pelat merah ini, pemerintah juga memberikan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp 75 triliun. Hal tersebut pun menjadi bahasan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI dengan pemerintah. Anggota Komisi XI dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Muhammad Misbakhun mengatakan tidak ada urgensi dari pemerintah untuk memberikan PMN. PMN yang diberikan pemerintah hanya untuk cita-cita pemerintah saja. Padahal dalam hal ini BUMN hadir sebagai agen pembangunan negara yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya, Mandiri. Bank milik pemerintah ini disuntikkan modal hingga Rp 5,6 triliun yang akan digunakan untuk memperkuat kapasitas modal. Mandiri ditargetkan untuk bisa dicalonkan menjadi bank yang masuk dalam daftar ASEAN. Begitu pula dengan PT Aneka Tambang (Antam) yang mendapat suntikan Rp 7 triliun hanya untuk pembangunan proyek smelter. Seharusnya ada mekanisme lain yang bisa ditawarkan pemerintah kepada Antam misalnya melalui pinjaman dengan lembaga pembiayaan. "Antam sangat sehat. Mengapa pemerintah harus sediakan uang banyak hingga mengadakan (menambah) surat utang," ujarnya, Rabu (28/1). Pemerintah harus bisa mempertimbangkan penerimaan negara terutama pajak yang pada sisi lainnya sangat sulit untuk mengejar target, sementara pemerintah menyuntikkan PMN hingga Rp 75 triliun. Maka dari itu, perihal pemberian PMN ini harus jelas dasar pemberiannya dan perlu memperhatikan kinerja BUMN berikut rekam jejaknya. Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan menghitung, pemberian PMN yang mencapai Rp 75 triliun yang sebelumnya hanya Rp 7,3 triliun dalam APBN 2015 ini setara dengan dana pembangunan 10-12 provinsi. Alhasil, ketika uang ini disuntikkan kepada berbagai perusahaan BUMN maka harus ada tolak ukur dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Tolak ukur dalam hal keberhasilan pembangunan menjadi sangat penting karena uang yang digelontorkan sangatlah besar. Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P Maruarar Sirait menegaskan, pemberian modal kepada BUMN haruslah mempunyai roadmap yang jelas dalam kurun waktu jangka menengah lima tahun ke depan. Pemerintah harus mempunyai rencana pengembangan BUMN yang menerima PMN. Di sisi lain, yang juga harus diperhatikan adalah skema pembangunan. Enam perusahaan BUMN calon penerima BUMN yaitu PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, PT Adhi Karya, PT Kereta Api, dan Perum Perumnas pembangunannya berpusat pada wilayah Sumatera saja. "Indonesia Timur juga diperhatikan. Keseimbangan pembangunan antara Timur dan Barat harus dilakukan," tandasnya. Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulkieflimansyah melihat pemberian PMN masih kurang tepat sasaran. Di era ekonomi terbuka seperti sekarang, tidak ada negara yang bisa maju ekonominya tanpa ada industrialisasi. Maka dari itu, pemberian PMN bagi perusahaan yang berbasis teknologi serta permesinan sangat diperlukan. Perusahaan berbasis manufaktur harus diberikan injeksi. "Ini sangat penting untuk ekonomi jangka panjang," tandasnya. Menteri BUMN Rini Soemarno berdalih, alasan pemerintah memberikan suntikan besar bagi BUMN adalah untuk ekonomi Indonesia dalam hal pembangunan infrastruktur sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. "Kami akan memanfaatkan BUMN untuk membangun negeri. Yang semula untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara, ke depan akan membantu membangun infrastruktur," pungkasnya. Sekedar informasi, dari porsi PMN Rp 75 triliun, PMN yang dialokasikan untuk BUMN di bawah Kementerian BUMN mencapai Rp 48,01 triliun untuk 35 perusahaan. Sedangkan selebihnya adalah untuk BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR pertanyakan urgensi pemberian PMN Rp 75 T
JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi anak emas pemerintah tahun ini. Selain pemerintah memangkas setoran dividen perusahaan pelat merah ini, pemerintah juga memberikan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp 75 triliun. Hal tersebut pun menjadi bahasan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI dengan pemerintah. Anggota Komisi XI dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Muhammad Misbakhun mengatakan tidak ada urgensi dari pemerintah untuk memberikan PMN. PMN yang diberikan pemerintah hanya untuk cita-cita pemerintah saja. Padahal dalam hal ini BUMN hadir sebagai agen pembangunan negara yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya, Mandiri. Bank milik pemerintah ini disuntikkan modal hingga Rp 5,6 triliun yang akan digunakan untuk memperkuat kapasitas modal. Mandiri ditargetkan untuk bisa dicalonkan menjadi bank yang masuk dalam daftar ASEAN. Begitu pula dengan PT Aneka Tambang (Antam) yang mendapat suntikan Rp 7 triliun hanya untuk pembangunan proyek smelter. Seharusnya ada mekanisme lain yang bisa ditawarkan pemerintah kepada Antam misalnya melalui pinjaman dengan lembaga pembiayaan. "Antam sangat sehat. Mengapa pemerintah harus sediakan uang banyak hingga mengadakan (menambah) surat utang," ujarnya, Rabu (28/1). Pemerintah harus bisa mempertimbangkan penerimaan negara terutama pajak yang pada sisi lainnya sangat sulit untuk mengejar target, sementara pemerintah menyuntikkan PMN hingga Rp 75 triliun. Maka dari itu, perihal pemberian PMN ini harus jelas dasar pemberiannya dan perlu memperhatikan kinerja BUMN berikut rekam jejaknya. Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan menghitung, pemberian PMN yang mencapai Rp 75 triliun yang sebelumnya hanya Rp 7,3 triliun dalam APBN 2015 ini setara dengan dana pembangunan 10-12 provinsi. Alhasil, ketika uang ini disuntikkan kepada berbagai perusahaan BUMN maka harus ada tolak ukur dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Tolak ukur dalam hal keberhasilan pembangunan menjadi sangat penting karena uang yang digelontorkan sangatlah besar. Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P Maruarar Sirait menegaskan, pemberian modal kepada BUMN haruslah mempunyai roadmap yang jelas dalam kurun waktu jangka menengah lima tahun ke depan. Pemerintah harus mempunyai rencana pengembangan BUMN yang menerima PMN. Di sisi lain, yang juga harus diperhatikan adalah skema pembangunan. Enam perusahaan BUMN calon penerima BUMN yaitu PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, PT Adhi Karya, PT Kereta Api, dan Perum Perumnas pembangunannya berpusat pada wilayah Sumatera saja. "Indonesia Timur juga diperhatikan. Keseimbangan pembangunan antara Timur dan Barat harus dilakukan," tandasnya. Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulkieflimansyah melihat pemberian PMN masih kurang tepat sasaran. Di era ekonomi terbuka seperti sekarang, tidak ada negara yang bisa maju ekonominya tanpa ada industrialisasi. Maka dari itu, pemberian PMN bagi perusahaan yang berbasis teknologi serta permesinan sangat diperlukan. Perusahaan berbasis manufaktur harus diberikan injeksi. "Ini sangat penting untuk ekonomi jangka panjang," tandasnya. Menteri BUMN Rini Soemarno berdalih, alasan pemerintah memberikan suntikan besar bagi BUMN adalah untuk ekonomi Indonesia dalam hal pembangunan infrastruktur sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. "Kami akan memanfaatkan BUMN untuk membangun negeri. Yang semula untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara, ke depan akan membantu membangun infrastruktur," pungkasnya. Sekedar informasi, dari porsi PMN Rp 75 triliun, PMN yang dialokasikan untuk BUMN di bawah Kementerian BUMN mencapai Rp 48,01 triliun untuk 35 perusahaan. Sedangkan selebihnya adalah untuk BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News