DPR restui aset Rp 43,69 T jadi underlying sukuk



JAKARTA. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pengajuan penggunaan Barang Milik Negara (BMN) sebagai aset dasar (underlying asset) penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Nominal BMN yang akan diajukan sebagai underlying asset sebesar Rp 43,69 triliun. Aset dasar yang diajukan berasal dari 41 kementerian/ lembaga dengan jumlah BMN sebanyak 9.998 BMN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah memerlukan tambahan aset untuk penjaminan jika ingin mengeluarkan lebih banyak sukuk instrumen syariah. "SBSN sudah diatur dalam UU nomor 9 tahun 2008. Penjelasan mengenai posisi aset yang dijadikan sebagai sebuah underlying, bukan berarti aset tersebut dapat digadaikan dan berpindah kepemilikan," jelas Ani (sapaan akrab Sri Mulyani). Underlying asset ini merupakan objek yang menjadi dasar transaksi penerbitan sukuk. Prinsip keuangan syariah mewajibkan ada aset ini untuk menghindari transaksi money for money yang dikategorikan sebagai riba. Ani kembali menegaskan, aset tersebut bukan berarti menjadi jaminan atau kolateral. Ada perantara antara aset dan pemegang sukuk SBSN berupa Special Purpose Vehicle (SPV).


Tidak ada hubungan antara pemegang sukuk dan aset, sehingga secara hukum, aset tersebut aman, tetap milik negara. "Kita tidak menggadaikan. Kegunaan dan titlenya tetap milik negara Republik Indonesia. Nah, SPV itu nanti juga berfungsi sebagai beneficial function. Ownershipnya tetap ada di Indonesia," ungkapnya saat rapat bersama Komisi XI di komplek parlemen, Rabu (26/7). Saat ini, SBSN yang diterbitkan sejak tahun 2008 hingga kini mencapai Rp 680,21 triliun. Jumlah outstanding SBSN per 19 Mei 2017 sebanyak Rp 490,9 triliun. Anggota Komisi XI asal fraksi PDI-P, I Gusti Agung Rai Wirajaya berpendapat pemerintah sebaiknya mengomunikasikan pada masyarakat soal konsep underlying asset tersebut dengan baik, agar tidak terjadi salah persepsi. "Jangan sampai rakyat mengira pemerintah menjual aset negara pada asing. Karena sekarang ini pengaruh informasi di sosial media sangat kuat," ujarnya. Anggota Komisi XI asal fraksi Gerindra Supriyatno menanggapi, pemerintah harus berhati-hati terhadap underlying asset tersebut, terutama soal hak pemanfaaatan. "Hak pemanfaatan itu penting, perlu kehati-hatian untuk hal ini. Jangan sampai kita punya aset tapi tidak bisa dimanfaatkan," tuturnya saat rapat Komisi XI dengan pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina