KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and The Swiss Confederation antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss menjadi UU. Pengesahan itu diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (14/7), yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ketua Pansus DPR yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan, Indonesia berkewajiban menjamin penegakan hukum dan melakukan kerjasama dengan negara lain. Pemerintah RI melalui Menkumham telah menandatangani perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (
mutual legal assistence) antara Indonesia dengan Konfederasi Swiss pada Februari 2019 lalu.
"Bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana terdiri dari 39 pasal," kata Sahroni saat rapat paripurna.
Baca Juga: Tim pemburu buronan kakap korupsi disiapkan Sahroni menyebutkan, hal-hal yang diatur dalam MLA itu antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti. Selain itu juga mengatur terkait penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengambilan aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya. Termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut. "Serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negera yang diminta bantuan," ucap dia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, kemajuan teknologi informasi membuat perpindahan dana dan/atau aset dari suatu negara ke negara lainnya. Selain berdampak positif, hal ini juga berdampak negatif dengan timbulnya tindak pidana yang melewati batas yurisdiksi suatu negara atau tindak pidana transnasional. Yasonna menyebutkan, penyelesaian kasus tindak pidana transnasional bukan hal mudah. Hal ini berbeda dengan penanganan kasus tindak pidana dalam teritorial negara. Ia mengatakan, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional memerlukan kerjasama bilateral dan multirateral. Khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan. "Menyadari hal tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Konfederasi Swiss sepakat mengadakan kerjasama bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang telah ditandatangani pada 8 februari 2019 di Bern, Swiss," kata Yasonna saat rapat paripurna.
Yasonna mengatakan, perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana antara Indonesia dan Swiss memberikan dasar hukum bagi kedua negara untuk dapat melaksanakan bantuan hukum dalam tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan. Serta pelaksanaan putusan pengadilan yang antara lain penelusuran, pemblokiran, pembekuan, penyitaan dan perampasan hasil-hasil dan sarana-sarana tindak pidana. Ia menyebutkan, setelah ditandatanganinya perjanjian antara Indonesia-Swiss tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana, baik Pemerintah Indonesia dan pemerintah Swiss perlu melakukan ratifikasi untuk pemberlakuan perjanjian tersebut bagi kedua belah pihak sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Indonesia dan Swiss. "Pengesahan perjanjian atau ratifikasi tersebut dilakukan guna memenuhi ketentuan pasal 10 UU nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional," ucap Yasonna.
Baca Juga: KPK sambut positif disetujuinya RUU perjanjian MLA Indonesia - Swiss Editor: Khomarul Hidayat