DPR sayangkan penentuan kebijakan BBM bersubsidi tidak dilengkapi data riil



JAKARTA. Komisi VII DPR tidak heran dengan usulan yang diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada rancangan APBN Perubahan 2011. Pada usulan itu, disebutkan ada 40,49 juta kiloliter (KL) BBM bersubsidi, artinya mendekati prognosa yang disebut DPR pada pembahasan APBN 2011 sebesar 41 juta KL. Anggota Komisi VII DPR Totok Daryanto mengaku, tidak heran dengan volume BBM bersubsidi yang melebihi kuota. Sebab, Badan Pelaksana Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) dan PT Pertamina (Persero) tidak melakukan kontrol pelaksanaan subsidi secara sistem. Meski telah mengetahui adanya permasalahan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi pun, kedua pihak itu hanya mendeteksinya sebatas hipotesis. Dia pun menyayangkan, dalam penentuan kebijakan BBM bersubsidi tidak dilengkapi dengan data riil. Akibatnya, pihak terkait tidak dapat melakukan tindak lanjut atas pergeseran konsumsi dari BBM non subsidi menjadi BBM bersubsidi. "Harusnya dikontrol dengan sistem. Supaya tahu pasti yang bergeser berapa persen setiap bulannya dan kalau beralih ke konsumsi industri berapa persentasenya. Tidak sekedar hipotesis," papar dia, Rabu (6/7). Bahkan, BPH Migas yang bertugas mengawasi distribusi BBM bersubsidi pun telah mengakui adanya ketidakberesan distribusi, tapi malah menyetujui kenaikan volume subsidi. "Harusnya tidak menyetujui sampai ditemukan ketidakberesan tersebut," ujar dia. Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto pun mempertanyakan realisasi pengaturan distribusi BBM bersubsidi. Sebab, tanpa adanya pengaturan maka disparitas harga akan terus memicu penyelundupan dan penyelewengan konsumsi ke sektor industri. Menanggapi hal itu, Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo mengakui, memang belum dapat menerapkan pengaturan distribusi BBM bersubsidi. Sebelumnya dijadwalkan pengaturan pada April 2011, tapi urung dilaksanakan lantaran pertimbangan inflasi. Lalu mengenai penetapan usulan volume BBM bersubsidi sebesar 40,49 juta KL itu memang belum memenuhi postur penyaluran dengan pengaturan. Artinya, pemerintah hanya akan mengupayakan sosialisasi BBM bersubsidi pada kendaraan yang layak menerima dan memasang alat kendali pada setiap kendaraan. Selain itu, uji coba pasang sistem kendali SPBU, pengaturan kuota per kendaraan per wilayah dan pembentukan unit atau organisasi pelaksana operasional dan pemelihara sistem kendali. "Kebijakan pengaturan itu tidak hanya domain ESDM maka kami belum bisa janjikan kapan," ucap dia. Namun, lantaran kebijakan itu bakal melibatkan kewenangan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian maka dia pun belum dapat memutuskan realisasi pengaturan BBM bersubsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: