DPR setuju tersangka korupsi menjadi Kapolri



JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman. Persetujuan itu tetap diambil dalam sidang paripurna, Kamis (15/1), meskipun Budi berstatus sebagai tersangka kasus korupsi.

Sebelum pengambilan keputusan, Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin membacakan laporan proses seleksi yang telah dilakukan setelah menerima surat dari Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, Jokowi meminta DPR menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri dan memberhentikan Sutarman.

"Menyetujui mengangkat Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri dan menyetujui memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai kepala Polri," kata Aziz dalam laporannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.


Setelah itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai pemimpin sidang paripurna, menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait keputusan Komisi III itu.

Delapan fraksi, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, Hanura dan PPP menyetui keputusan tersebut tanpa memberikan pandangan. Hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang meminta DPR menunda persetujuan tersebut.

Setelah adanya dua fraksi yang berbeda pendapat, Taufik menyarankan dilakukan forum lobi terlebih dulu. "Karena menyangkut hal prinsipil, kalau boleh kita lakukan lobi 5 sampai 10 menit," kata Taufik.

Namun, usulan tersebut ditolak oleh Fraksi Nasdem. Mereka meminta agar pengambilan keputusan langsung dilakukan berdasarkan suara mayoritas. Beberapa anggota Dewan lainnya ikut menyampaikan interupsi, hingga akhirnya forum lobi digelar.

Setelah forum lobi sekitar sekitar satu jam, Taufik mengatakan, dalam forum tersebut disepakati tetap berpegang pada keputusan Komisi III yang menyetujui mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri. Dengan demikian, tinggal disahkan dalam paripurna.

"Apakah dapat disetujui?" tanya Taufik.

"Setujuuuu....," teriak para anggota Dewan. Taufik lalu mengetuk palu.

Komisi III DPR sebelumnya menyetujui Budi menjadi Kapolri. Keputusan itu diambil secara aklamasi setelah Komisi III melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan atas calon tunggal Kapolri yang dipilih Presiden Jokowi.

Dari 10 fraksi, saat itu hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak proses seleksi calon Kapolri dilanjutkan setelah Budi ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara sembilan fraksi lainnya, termasuk PAN, berpendapat proses seleksi harus tetap dilanjutkan.

KPK telah menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri.

Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.

Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu. (Indra Akuntono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie