DPR setuju pembatasan BBM subsidi



JAKARTA. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyambut baik rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk larangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium bagi mobil mewah. Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso menilai kebijakan tersebut patut diapresiasi meskipun terkesan terlambat. "Saya apresiasi kepada Menteri ESDM, karena tidak patut mobil mewah milik orang kaya menggunakan BBM bersubsidi," ujar Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/4). Menurut Priyo, kebijakan tersebut seharusnya tidak hanya bersifat reaktif terhadap isu kenaikan harga BBM yang belakangan mencuat. Priyo menambahkan aturan ini seharusnya dapat membentuk sistem pengetatan bagi mobil mewah yang dilarang menggunakan premium. "Kalau ada anggota ataupun pimpinan yang pakai BBM bersubsidi, itu keterlaluan. Saya pastikan tidak ada anggota yang pakai premium," imbuh Priyo. Senada dengan Priyo, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah juga sepakat dengan usulan pengetatan penggunaan premium. Fahri menyatakan, kebijakan ini harus tepat sasaran dan usulan ini jika dilakukan akan berdampak baik bagi subsidi BBM untuk masyarakat miskin dan hampir miskin. Seharusnya, menurut Fahri, pengetatan penggunaan premium telah sejak lama diberlakukan. Selain itu, imbuh Fahri, untuk kawasan Ibukota seperti DKI Jakarta, mobil mewah yang masuk ke Jakarta sebaiknya dikenakan pajak. "Dengan pajak ini, bisa digunakan untuk ongkos pembangunan infrastruktur di Jakarta. Kebijakan ini harus tetap dan masyarakat harus setuju," tutur Fahri. Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul, bahkan mengaku selalu memakai pertamax. Ruhut berpendapat, orang kaya Indonesia yang masih menggunakan BBM jenis premium adalah hal yang memalukan. "Sudah banyak orang-orang di Indonesia yang tidak punya malu. Kalau bisa demonstran juga mengawasi stasiun pengisian bahan bakar umum, jadi ketahuan siapa yang pakai premium," kata Ruhut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.